MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Ibadah puasa sejatinya membersihkan jiwa manusia yang dengan itu seakan-akan dirinya terlahir kembali tanpa dosa sebagaimana seorang bayi. Al-Bukhari meriwayatkan hadis yang berbunyi, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Menjelaskan makna hadis di atas, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti mengatakan bahwa ada dua pengertian dari puasa sebagai usaha membersihkan jiwa.
“Pertama membersihkan manusia dari akidah atau keyakinan yang merusak Keislaman kita sehingga dalam kaitan ini puasa membawa manusia kembali menjadi muslim atau seorang yang Berislam secara hanif dan lurus,” jelas Mu’ti.
“Kedua, maknanya adalah bagaimana dengan berpuasa kita membersihkan diri kita ini dari sifat-sifat yang tercela, misalnya sifat hayawaniah (kebinatangan). Misalnya rakus, atau sifat-sifat tamak, atau menggunakan kekerasan untuk meraih tujuan, tidak bisa mengendalikan nafsu dan lain sebagainya,” imbuhnya.
Dalam program Kolak Ramadan di kanal Youtube Tvmu, Sabtu (9/4), Abdul Mu’ti juga menyebut ibadah puasa sebagai bentuk efektif mengikis sifat Syaithaniyah di dalam diri manusia seperti isyraf (berlebihan), tabdzir (mubazir), sombong, takabur, dan berbagai macam akhlak tercela. Apalagi, hadis Nabi menyebutkan bahwa di dalam bulan Ramadan, pintu surga terbuka seluas-luasnya dan pintu neraka ditutup.
“Karena itu maka selama berpuasa kita senantiasa beristighar kepada Allah, memohon ampun kepada Allah dan kita diberi kesempatan untuk berbuat baik yang seluas-luasnya dan beramal yang sebanyaknya,” ujar Mu’ti.
“Sehingga ketika kita selesai melaksanakan ibadah puasa, di dalam hadis, kita disebut kembali pada fitrah. Ada dua ibadah yang jika dilakukan dengan benar, niat karena Allah, maka ibadah itu akan membawanya bersih dari segala dosa. Ibadah itu adalah puasa Ramadan dan haji yang mabrur,” jelasnya.
“Oleh karena itu selesai puasa, kita senantiasa mengatakan idul mubarak, hari raya yang diberkahi dan kita sering mengucapkan Idulfitri. Kata Idul atau kembali diartikan kita bisa makan dan minum. Tapi sesuai hadis adalah kembali pada kesucian kita sebagai makhluk yang bersih dari segala dosa, dan sebagai manusia, kita menjadi hamba Allah yang berakhlakul-karimah,” pungkasnya. (afn)