MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Di masa disrupsi yang penuh fitnah seperti sekarang, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak seluruh elemen Persyarikatan untuk menghidupkan Muhammadiyah sesuai dengan panduan yang ada dalam dokumen resmi organisasi, bukan malah mengikuti tokoh atau orang per orang di lingkungan Persyarikatan.
Dalam forum Baitul Arqam Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulawesi Selatan, Ahad (10/10) Haedar menyebut bahwa Muhammadiyah memiliki dokumen yang lebih dari cukup untuk dijadikan panduan bergerak dalam konteks keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan semesta.
Haedar lalu merinci rumusan organisasi setelah era Kiai Ahmad Dahlan, antara lain; Langkah 12 (1938), Mukadimah Anggaran Dasar (1946), Kepribadian (1962), Matan Keyakinan (1969), Khittah (1969, 1971, 1978, 2002).
Setelah itu, Muhammadiyah memiliki dokumen Pedoman Hidup Islami, Dakwah Kultural, Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, Kristalisasi Ideologi, Risalah Pencerahan, Revitalisasi Karakter Bangsa, Indonesia Berkemajuan, dan Negara Pancasila Darul Ahdi wa Syahadah.
“Itu resmi organisasi jangan dipandang pernyataan perorangan,” tegas Haedar. Dirinya lalu menyebut bahwa dalam pandangan keagamaan, manhaj dan fatwa, Muhammadiyah lewat Majelis Tarjih juga memiliki dokumen yang sangat lengkap.
“Nah tolong kita para pimpinan harus mau membaca. Karena apa? Karena para pimpinan ini kan yang akan meng-guidance warga dan kader. Kalau pimpinannya nanti kering wawasan pemikiran kemuhammadiyahannya ya jangan salahkan warganya,” pesan Haedar.
“Jadi kita harus kaya, bahkan jangan sampai malah kok pimpinannya memprotes keputusan-keputusan organisasi tanpa membaca dulu? Saya masih suka mendengar satu dua protes, mungkin dia tidak membaca, padahal sudah jelas itu ada dalam rumusan-rumusan organisasi,” imbuhnya.
Menurut Haedar, tanggung jawab mengelola organisasi bukanlah perkara mudah sebab hidup-mati aktivitas warga Muhammadiyah ada di pundak para pimpinan.
“Di dalam menghadapi segala dinamika ini tentu rujukannya adalah organisasi. Jangan juga ikut orang per orang, apalagi kalau menyangkut sikap politik, ikuti organisasi. Kami ini, saya di PP, Pak Ambo (Ketua PWM Sulsel) di wilayah, itu mengikuti sistem organisasi. Bukan bawa sendiri. Kita bisa berbeda cara, berbeda gaya, tapi prinsip-prinsip organisasi harus kita pegang dan kita pedomani,” katanya.
“Dan harus kita pegang itu dan pimpinan harus bisa menjaga. Jangan terbawa arus oleh umat atau masa biarpun banyak. Kita dengar (aspirasi) tapi Muhammadiyah harus begini, kepribadiannya sudah jelas, khittahnya sudah jelas, kemudian Darul Ahdi wa Syahadahnya jelas, matan keyakinannya sudah jelas ya kita pimpinkan prinsip-prinsip ini di dalam kehidupan organisasi,” pesannya.
“Dan harus jujur. Harus jujur. Pimpinan itu harus jujur, ikhlas dan kalau toh keliru kita perbaiki. Tapi jangan membawa kemauan sendiri. Kalau ada keraguan, kalau ada ikhtilaf ya kita berembug, itulah sistem kepemimpinan kolektif kolegial,” tutup Haedar.