MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Bulan Dzulhijjah disebut sebagai salah satu bulan yang “al-asyhur al-hurum” (bulan-bulan mulia), selain Dzulqa’dah, Muharram, dan Rajab. Pada bulan-bulan tersebut Allah SwT menjanjikan pahala yang berlipat atas setiap amal saleh yang dikerjakan manusia. Sebaliknya, Allah SwT memberikan ancaman berlipat pula atas setiap dosa yan diperbuat manusia.
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ruslan Fariadi mengungkapkan bahwa keutamaan bulan Dzulhijjah di antaranya bisa melakukan sejumlah amalan sunah, mulai dari sedekah, puasa, kurban, haji dan umrah hingga salat Iduladha yang jika dikerjakan tentu saja akan mendapatkan pahala.
Akan tetapi Ruslan mengungkapkan bahwa haji dan umrah pada tahun ini ditunda sesuai instruksi para pemegang kebijakan. Keputusan yang “pahit” tersebut diambil di tengah situasi penyebaran Pandemi Covid 19 yang masih tinggi dan mengkhawatirkan. Keselamatan dan keamanan jemaah haji menjadi pertimbangan utama Pemerintah Indonesia.
“Maka sikap Muhammadiyah, suka atau tidak suka, maka kita mengikuti kebijakan tersebut. Sebab tidak mungkin kita bisa berangkat haji ketika regulasi dan lain sebagainya tidak dikeluarkan atau tidak diizinkan untuk tidak dilaksanakan,” terang Ruslan dalam acara yang diselenggarakan PWM DI. Yogyakarta pada Jum’at (02/07).
Ruslan mengajak untuk berpasrah kepada Allah sekaligus berharap agar masa-masa pandemi ini segera berlalu. Meski ibadah haji bagi jamaah Indonesia ditunda, namun semua umat Islam masih tetap bisa menjalankan amalan lainnya di bulan Dzulhijjah yaitu puasa pada hari Arafah. Menurut Ruslan, hari Arafah bertepatan dengan tanggal 19 Juli 2021.
“Kita manfaatkan karena ini amalan yang disiapkan Allah karena Dia paham bahwa kita tidak pernah steril dari perbuatan dosa. Maka Rasulullah Saw punya harapan yang sangat mulia bahwa dengan puasa di hari Arafah itu amalan yang kita lakukan mampu menjadi penghapus dosa-dosa yang kita lakukan setahun sebelumnuya dan setahun sesudahnya,” ungkap Ruslan.
Ruslan menerangkan bahwa dengan melaksanakan puasa Arafah, dosa-dosa kecil akan dihapus. Sementara dosa-dosa besar seperti syirik harus melalui prosesi khusus terlebih dahulu melalui rangkaian pertaubatan. Ruslan mengungkapkan bahwa pertaubatan akan diterima bila terdapat penyesalan, komitmen, meminta ampun, dan menambal keburukan dengan amal saleh.
“Ketika melaksanakan puasa Arafah dengan penuh keimanan, ketulusan, dan mengharap ridha Allah, maka ini bisa menjadi penghapus dosa yang kita lakukan setahun sebelum dan sesudahnya. Di masa pandemi atau bukan, kita bisa melaksanakan puasa Arafah, terkecuali yang sakit,” kata dosen Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah ini.