Belakangan ini publik ramai membicarakan kenaikan tunjangan anggota DPR RI periode 2024–2029. Meski gaji pokok mereka dikatakan tetap di kisaran Rp6,5 juta hingga Rp7 juta per bulan, berbagai tunjangan justru naik signifikan.
Tunjangan perumahan, misalnya, melonjak menjadi Rp50 juta per bulan sebagai kompensasi rumah jabatan yang dihapus. Tunjangan beras juga naik dari Rp10 juta menjadi Rp12 juta per bulan, sementara tunjangan transportasi dari Rp4–5 juta menjadi Rp7 juta per bulan.
Dengan tambahan tunjangan lain seperti kehormatan, komunikasi, dan pengawasan, total pendapatan anggota DPR diperkirakan tembus di atas Rp100 juta per bulan.
Kenaikan ini memicu pro dan kontra. Sebagian masyarakat menganggap hal itu tidak sensitif, mengingat harga kebutuhan pokok meningkat dan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) juga naik.
Namun, dari sudut pandang agama, pertanyaan yang lebih penting muncul: apakah penghasilan sebesar itu wajib dizakati dalam bentuk zakat profesi?
Zakat Profesi dalam Syariat
Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan dari pekerjaan atau jabatan. Konsep ini lahir dari ijtihad ulama kontemporer karena di masa Nabi SAW profesi modern belum dikenal. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, misalnya, menetapkan zakat profesi sebagai kewajiban dengan nisab setara 85 gram emas murni (24 karat) dan kadar 2,5%.
Dasar prinsip zakat profesi merujuk pada Al-Qur’an, antara lain firman Allah SWT:
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
“Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’” (QS. Al-Baqarah: 219).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, kata al-‘afwu bermakna harta yang melebihi kebutuhan pokok keluarga. Dengan kata lain, zakat profesi dihitung dari penghasilan bersih setelah dikurangi kebutuhan dasar hidup.
Prinsip ini juga ditegaskan dalam hadis riwayat Muslim. Disebutkan:
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللهِ عِنْدِي دِينَارٌ قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى نَفْسِكَ، قَالَ عِنْدِي آخَرُ، قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى أَهْلِكَ، قَالَ عِنْدِي آخَرُ، قَالَ أَنْفِقْهُ عَلَى خَادِمِكَ، قَالَ عِنْدِي آخَرُ، قَالَ أَنْتَ أَبْصَرُ
“Seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, saya punya satu dinar. Rasulullah menjawab: Nafkahkanlah untuk dirimu. Ia berkata: Saya punya yang lain. Rasulullah menjawab: Nafkahkanlah untuk keluargamu. Ia berkata: Saya punya yang lain. Rasulullah menjawab: Nafkahkanlah untuk pembantumu. Ia berkata: Saya punya yang lain. Rasulullah menjawab: Engkau lebih tahu.” (HR. Muslim).
Selain itu, zakat profesi boleh dibayarkan langsung tanpa menunggu haul (setahun), sebagaimana hadis:
أَنَّ الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي تَعْجِيلِ صَدَقَتِهِ قَبْلَ أَنْ تَحِلَّ، فَرَخَّصَ لَهُ فِي ذَلِكَ
“Abbas bin Abdul Muthallib meminta izin kepada Nabi SAW untuk menyegerakan zakatnya sebelum genap setahun, dan Nabi pun membolehkannya.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya).
Perhitungan Zakat Profesi Anggota DPR
Mari kita buat simulasi perhitungan yang sederhana tetapi rinci, dengan asumsi rata-rata penghasilan bersih seorang anggota DPR sekitar Rp100 juta per bulan.
- Penghasilan bersih bulanan: Rp100.000.000
→ dalam setahun: Rp100.000.000 × 12 = Rp1.200.000.000. - Dikurangi kebutuhan pokok keluarga (misalnya Rp50 juta/bulan):
Rp50.000.000 × 12 = Rp600.000.000. - Sisa penghasilan bersih setahun:
Rp1.200.000.000 – Rp600.000.000 = Rp600.000.000. - Nisab zakat profesi (qiyas emas):
Harga emas 24 karat saat ini sekitar Rp2.000.000/gram.
Nisab = 85 gram × Rp2.000.000 = Rp170.000.000.
Karena Rp600 juta > Rp170 juta, maka sudah wajib zakat.
- Besaran zakat profesi (2,5%):
2,5% × Rp600.000.000 = Rp15.000.000 per tahun. - Jika dicicil bulanan:
Rp15.000.000 ÷ 12 = Rp1.250.000 per bulan.
Di tengah kritik masyarakat terhadap besarnya tunjangan DPR, zakat profesi menjadi cara nyata untuk menunjukkan tanggung jawab sosial. Zakat bisa menjadi sarana membersihkan harta, menolong fakir miskin, serta memperkuat solidaritas.
Allah SWT berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103).
Zakat profesi bisa disalurkan melalui lembaga resmi dan terpercaya seperti Lazismu.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Zakat Profesi dan Gaji Pensiun”, dalam Majalah Suara Muhammadiyah No 16 Tahun 2008.