MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir tekankan bahwa konteks ekonomi syariah itu sejatinya dapat mengambil peran dengan menciptakan ekonomi yang berkeadilan.
“Nah disinilah konteks syariah itu berperan, bagaimana untuk menjadi ekonomi berkeadilan, yang besar tumbuh besar, bisa berbagi dengan yang kecil sehingga yang kecil dapat tumbuh. Saling peduli, tidak saling menghancurkan, tidak saling merusak,” ucap Haedar Amanatnya dalam MoU Bank Indonesia dengan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Kantor PP Muhammadiyah Jakarta pada Rabu (6/8).
Namun dalam realitanya, tantangan yang dihadapi oleh ekonomi berkeadilan yakni dengan masifnya kekuatan ekonomi dalam barisan oligarki yang berujung pada eksploitasi. Lebih lanjut, Haedar mengatakan potensi akan eksploitasi yang berlebihan dapat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan, yang mana hal ini bukan sesuatu yang baik.
“Kemudian terus dengan nafsu berlebihnya ini mengeksploitasi Indonesia, bahkan merusak sistem, itu akhirnya menjatuhkan kehidupan ekonomi yang berpengaruh pada kehidupan yang lain di Republik ini,” ungkapnya.
Haedar mengingatkan kembali betapa besarnya pengorbanan yang diupayakan oleh pendiri bangsa untuk membentuk negeri, dapat dirusak begitu saja oleh segelintir orang. Juga Haedar meyakini bahwa Indonesia ini milik bersama dan bukan milik segelintir orang.
Di lain hal, Haedar mempertanyakan apakah kekuatan ekonomi mampu hadir untuk memberikan rasa aman? Maka pernyataan yang dilontarkan oleh Haedar yakni jangan merusak apa yang sudah dibangun oleh para pendiri bangsa.
“Tapi sadarkah mereka yang mempunyai kekuatan-kekuatan ekonomi itu mau hadir meletakan kebaikan, memiliki kepedulian untuk tidak merusak? Maka jangan kamu rusak apa yang telah dibangun,” tegasnya.
Selain itu, Haedar juga mengkritisi beberapa kasus di kalangan tertentu yang memaknai istilah-istilah ke-Islaman dengan konotasi negatif. Haedar menyebutnya sebagai peyoratif, yakni kata yang memiliki pemaknaan negatif sebagai bentuk ekspresi dari ketidaksukaan.
“Mungkin juga ada (pihak) peyoratif tentang islam, jadi sesuatu yang mempunyai konotasi maupun diksi agama dianggap sebagai tidak inklusif, padahal perannya rahmatan lil alamin,” tegas Haedar.
Hal ini memerlukan edukasi agar bisa saling berkesinambungan antar satu sama lain dengan harapan terjalinnya sebuah kolaborasi. Juga Haedar mengatakan pentingnya sebuah bangsa untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain.
“Republik ini perlu saling paham, saling kenal, saling cinta, saling dekat dan saling berkorban, saya yakin gerakan ekonomi syariah juga kesitu,” pungkasnya. (Hizqil)