MUHAMMADIYAH.OR.ID, KETAPANG – Persyarikatan Muhammadiyah mengelola lebih dari 5.000 sekolah dari dasar sampai menengah, dan ‘Aisyiyah mengelola lebih dari 20.000 pendidikan anak usia dini maupun Taman Kanak-kanak. Semua itu merupakan bukti komitmen Muhammadiyah mendukung pencerdasan bangsa.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Non-Formal (PNF) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Khoirul Huda pada Sabtu (9/8) dalam Kampanye Perlindungan Anak yang diselenggarakan Tim Kreasi Majelis Dikdasmen PNF di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Terlebih menyikapi isu terkini tentang perlindungan anak, kata dia, Muhammadiyah bahkan sejak awal berdiri telah menyatakan komitmennya mendukung promosi atau kampanye perlindungan anak Indonesia.
“Ini juga bagian dari komitmen kami untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Dan jangan lupa kami juga pesan untuk semua ada hal yang penting untuk terus dilakukan untuk gencar kampanye tujuh kebiasaan anak hebat Indonesia,” katanya.
Pada kesempatan ini Huda juga menyampaikan dukungan program pemerintah yaitu Makan Bergizi Gratis (MBG). Khususnya untuk Kabupaten Ketapan, dia berharap program MBG bisa segera direalisasikan secara maksimal dan tercapai angka seratus persen.
Relasi Muhammadiyah dengan pemerintah adalah kolaboratif. Termasuk dengan pemerintah daerah, Muhammadiyah juga diharapkan bisa bergandeng tangan untuk bersama-sama memajukan sebuah kawasan atau daerah.
Menurutnya untuk memajukan pendidikan di Indonesia perlu peran serta selain institusi pendidikan juga orang tua, dan masyarakat. Ketiga stakeholder ini memegang peran penting dalam memajukan pendidikan Indonesia, sebab mencerdaskan tak hanya tugas sekolahan.
Dukungan sama juga datang dari Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra. KPAI mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak yang di dalamnya terdapat urusan tanggung jawab dan kewajiban perlindungan anak.
“Dan yang memiliki kewajiban itu adalah pemerintah dan pemerintah daerah. Oleh karena itu kami undang pemerintah dan pemerintah daerah. Dalam mandat ratifikasi itu mereka berkewajiban, memastikan hak-hak anak,” katanya.
Jasra Putra menjelaskan, Peraturan tentang Perlindungan Anak merupakan mandat dari Konvensi Hak Anak yang sudah diratifikasi pada tahun 1990. Mandat internasional itu kemudian diratifikasi menjadi Undang-Undang Perlindungan Anak dan Perda Perlindungan Anak.