MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Perubahan, penyatuan atau peleburan, termasuk pemisahan suatu badan atau birokrasi di pemerintah harus berprinsip dasar yaitu untuk memberikan kemaslahatan yang lebih luas.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Kiai Saad Ibrahim pada (26/7) dalam acara Ruang Publik “Masa Depan Pembiayaan Haji” yang diadakan oleh TVMU.
Kiai Saad menyampaikan, wacana peleburan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BP Haji) supaya pertimbangannya utamanya adalah kemaslahatan.
“Prinsip kemaslahatan itu harus menjadi bagian yang mendasari apakah perlu dilebur ataukah tidak,” katanya.
Selanjutnya, masih terkait dengan isu peleburan BPKH dengan BP Haji adalah diperlukan kajian yang sangat mendalam. Dengan itu diharapkan pengelolaan haji dapat dilaksanakan penuh amanah, tanggung jawab, dan transparan.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tabligh, Dakwah Komunitas, Kepesantrenan, dan Pembinaan Haji-Umrah ini menegaskan, bagi Muhammadiyah bukan soal dilebur atau tidak tapi lebih pada kemaslahatan yang diberikan.
“Oleh karena itu perlunya kehati-hatian semuanya itu. Jadi pada konteks ini sekali lagi bukan soal dukung ataupun tidak mendukung, tapi soal kemudian harus dihitung kemaslahatannya,” terang Kiai Saad.
Selain itu, diharapkan peleburan atau tidak antara BPKH dengan BP Haji harus juga berdasar pada peraturan atau Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Dengan itu badan-badan urusan memiliki legal untuk menjalankan program dan kegiatannya.
“Jadi konteksnya kira-kira seperti itu, sehingga gak bisa semuanya kemudian istilahnya bim salabim tanpa kemudian mendasari pada undang-undang yang telah dibuat atau yang akan dibuat terkait dengan ini semuanya,” tuturnya.
Pada kesempatan ini, Kiai Saad berharap supaya Pemerintah Arab Saudi untuk memperluas fasilitas haji, sehingga kuota jemaah haji Indonesia bisa ditambah, dengan demikian antrian calon jemaah haji bisa semakin singkat.