MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Akhir-akhir ini, jagat media sosial diramaikan dengan tren “S-Line” di TikTok. Terinspirasi dari drama Korea terbaru, tren ini menampilkan garis merah misterius di atas kepala, yang konon menunjukkan jumlah hubungan intim seseorang.
Konten-konten yang beredar bervariasi, mulai dari reaksi terkejut, akting lucu, hingga diskusi serius tentang implikasi sosialnya jika benar-benar ada.
Memang, ide “S-Line” ini menarik dan bisa jadi bahan hiburan semata. Namun, di balik tawa dan interaksi, ada sebuah peringatan yang patut kita renungkan, terutama jika tren ini mengarah pada kebanggaan akan perbuatan dosa.
Larangan Berbangga Diri dengan Dosa
Ada satu hal yang sangat dimurkai Allah: berbangga diri dengan dosa. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali ‘Imran ayat 188:
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بِمَآ اَتَوْا وَّيُحِبُّوْنَ اَنْ يُّحْمَدُوْا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوْا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa (perbuatan buruk) yang telah mereka kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan (yang mereka anggap baik) yang tidak mereka lakukan, kamu jangan sekali-kali mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.”
Ayat ini jelas menegaskan bahwa kesombongan atas dosa adalah sesuatu yang sangat dibenci. Begitu pula dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda:
كلُّ أُمَّتي مُعافًى إلا المجاهرين ، و إنَّ من الجِهارِ أن يعملَ الرجلُ بالليلِ عملًا ثم يُصبِحُ و قد ستره اللهُ تعالى فيقولُعملتُ البارحةَ كذا و كذا ، و قد بات يسترُه ربُّه ، و يُصبِحُ يكشفُ سِترَ اللهِ عنه
“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan (melakukan dosa). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang mengerjakan suatu perbuatan dosa di malam hari, lalu keesokan harinya ia mengatakan: ‘Tadi malam aku melakukan ini dan itu’, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia malah membuka tabir Allah yang menutupi dirinya.”
Menjaga aib, baik diri sendiri maupun orang lain, adalah ajaran penting dalam Islam. Bahkan untuk jenazah pun, kita dianjurkan untuk merahasiakan kekurangannya. Nabi SAW bersabda:
من غسل ميتاً فكتم عليه، غفر الله له أربعين مرة
“Barangsiapa memandikan mayat (jenazah), lalu merahasiakan cacat tubuhnya (aib), maka Allah memberi ampun baginya empat puluh kali.” (HR. Al-Hakim).
Apatah lagi untuk mereka yang masih hidup. Mengumbar aib diri sendiri, apalagi berbangga dengan perbuatan dosa, jelas bertentangan dengan nilai-nilai ini. Pengakuan aib hanya dibenarkan jika dilakukan di hadapan Allah dalam rangka taubat yang tulus.
Pengakuan Dosa hanya di Hadapan Allah
Dalam ajaran agama, kita diajarkan bahwa Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Dia selalu membuka pintu taubat selebar-lebarnya bagi hamba-Nya yang menyesali perbuatan dosa dan berniat sungguh-sungguh untuk memperbaiki diri.
Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Maidah ayat 39:
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Maka siapa pun yang bertobat sesudah melakukan kejahatan dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Bahkan, dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ، فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
“Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa, lalu mereka pun minta ampun kepada Allah, Allah pun ampuni dosa mereka.”
Ini menunjukkan betapa luasnya ampunan Allah bagi mereka yang mengakui kesalahannya dan bertaubat.
Kembali ke Jalan Terbaik
Tren “S-Line” mungkin hanya sebuah hiburan sesaat. Namun, mari kita ambil hikmahnya. Daripada menjadikan platform media sosial sebagai ajang untuk membanggakan hal-hal yang tidak selayaknya, alangkah baiknya jika kita kembali merenungi makna kehidupan dan tujuan kita sebagai hamba Allah.
Mengisi media sosial dengan konten yang positif, edukatif, dan bermanfaat jauh lebih baik daripada sekadar mengikuti tren yang berpotensi menjerumuskan.
Mari jadikan media sosial sebagai sarana untuk kebaikan, bukan sebagai panggung untuk memperlihatkan aib atau bahkan dosa. Kembali ke jalan terbaik, mendekatkan diri pada-Nya, dan senantiasa menjaga diri dari hal-hal yang dimurkai Allah.