MUHAMMADIYAH.OR.ID, KULON PROGO – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar, mengingatkan kembali arah dan semangat utama dalam penyusunan Tafsir At-Tanwir.
Dalam sambutan pembukaan Halaqah Tafsir At-Tanwir yang digelar Sabtu (12/7) di Kulon Progo, Syamsul menekankan pentingnya tafsir ini tidak sekadar menjadi karya akademik, melainkan harus mampu membangkitkan etos kehidupan yang lebih luas.
Syamsul menjelaskan bahwa ide penyusunan Tafsir At-Tanwir pertama kali muncul pada tahun 2000. Kala itu, ia berdiskusi dengan almarhum Prof. Yunahar Ilyas soal pentingnya Muhammadiyah memiliki tafsir sendiri. “Lalu saya diminta membuat proposal,” kenangnya.
Namun, salah seorang sesepuh Majelis Tarjih, almarhum Marzuki, sempat mempertanyakan apa perbedaan tafsir ini dengan tafsir-tafsir lain yang telah ada.
Merespons tantangan itu, Syamsul menyusun kerangka utama dengan tiga etos sebagai pembeda: etos keilmuan, etos ekonomi dan kerja, serta etos sosial. Dalam perkembangan selanjutnya, atas masukan dari almarhum Saad Abdul Wahid, etos ibadah ditambahkan sebagai unsur keempat yang memperkaya karakter tafsir ini.
“Etos keilmuan sangat penting,” tegas Syamsul. Menurutnya, Tafsir At-Tanwir tidak harus dipenuhi teori-teori akademik yang rumit, tapi justru mampu membangkitkan gairah pembacanya untuk mencintai ilmu.
Ia mencontohkan bagaimana kejayaan peradaban Islam di Andalusia lahir dari semangat keilmuan yang tinggi, dengan tokoh-tokoh besar seperti Ibnu Rusyd dan Imam al-Qurthubi. Tafsir ini, lanjutnya, harus mendorong umat Islam menjadikan ilmu dan teknologi sebagai jalan membangun peradaban.
Etos kedua adalah etos ekonomi dan kerja. Syamsul mengkritik lemahnya budaya disiplin dan kualitas kerja di kalangan umat Islam. “Kita belum bisa menjadi umat yang tepat waktu,” ujarnya.
Karena itu, Tafsir At-Tanwir diharapkan bisa menanamkan semangat kerja yang berorientasi mutu, dengan ayat-ayat yang menggugah kesadaran akan pentingnya produktivitas dalam kehidupan beragama.
Etos sosial juga menjadi bagian tak terpisahkan. Tafsir ini, kata Syamsul, harus mendorong solidaritas dan kepedulian sosial, terutama kepada rakyat kecil. “Jangan sampai tercerabut oleh duniawi sehingga yang kecil-kecil tidak kita urus,” tuturnya.
Bahkan, nilai persaudaraan dan sikap bijak dalam menghadapi keragaman juga harus menjadi ruh dari penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dalam tafsir ini.
Etos terakhir yang ditambahkan adalah etos ibadah. Syamsul menekankan bahwa dalam perspektif At-Tanwir, ibadah tidak hanya dipahami sebagai aktivitas ritual semata. “Tapi juga setiap perbuatan,” ujarnya.
Tafsir ini diharapkan mampu memperluas makna ibadah dalam kehidupan sehari-hari, menjadikan setiap amal sebagai bentuk penghambaan kepada Allah.
Tafsir At-Tanwir diharapkan menjadi lebih dari sekadar tafsir, tapi juga sebagai pembangkit semangat perubahan umat. Usai sambutan, Syamsul Anwar secara resmi membuka halaqah tafsir yang membahas sejumlah ayat Al-Qur’an dari berbagai surah.