MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah gelar diskusi publik Geger Tani “Gonjang-ganjing Beras Oplosan” pada Rabu (23/7) secara blended.
Ketua MPM PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamin menyikapi mafia pangan ini dengan serius. Menurutnya, perilaku mereka cacat moral bahkan mencederai norma agama, bukan semata urusan ekonomi belaka.
“Ini bukan sekedar kejahatan ekonomi namun kejahatan yang mencakup berbagai aspek. Kita harus lawan bersama, karena ini bagian dari persoalan moral yang merusak nilai-nilai keadilan,” pungkas Yamin.
Oleh karena itu, persoalan pangan ini menjadi suatu yang kompleks untuk diselesaikan mulai dari sisi hulu sampai hilir. Artinya mulai dari proses on farm atau masa produksi, hingga out farm meliputi sisi ekonomi dan seterusnya.
Muhammadiyah, melalui MPM, menegaskan pentingnya membangun sistem pangan yang adil, sehat, dan terintegrasi demi melindungi petani dan konsumen sekaligus menjaga kedaulatan pangan.
Semua pihak diharapkan tidak membuka mata, sebab pangan merupakan masalah pokok di masa depan – tentu selain energi. Maka MPM PP Muhammadiyah mengajak berbagai pihak bergandeng tangan merumuskan solusi masalah ini.
Dalam diskusi yang digelar secara daring ini menghadirkan berbagai pembicara, seperti Ketua Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso dan perwakilan Kementerian Pertanian.
Celah Masuknya Mafia Pangan
Sutarto Alimoeso menekankan pentingnya keterlibatan negara dalam mengatur impor dan ekspor beras secara adil. Menurutnya, fluktuasi hasil panen yang terus menurun sejak 2018 menandakan perlunya strategi jangka panjang dan sistem terintegrasi untuk memotong mata rantai distribusi yang merugikan petani.
“Kita membutuhkan kebijakan yang berpihak secara berimbang, dari petani hingga ke konsumen. Kalau sistem ini dilakukan dengan baik, mulai dari pengadaan, maka stabilisasi pangan bisa lebih terjamin,” tegasnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan antara produsen gabah dan penggilingan padi sebagai salah satu sumber utama masalah. Produktivitas yang stagnan dan distribusi yang tidak efisien, kondisi ini membuka celah bagi praktik curang seperti oplosan beras.
“Tanpa perencanaan yang matang dan sistem yang saling terhubung, petani kita akan terus berada di pihak yang dirugikan. Kita harus berani membenahi rantai distribusi ini secara menyeluruh,” tambah Sutarto.
Regulasi dan Kerja Sama Memangkas Mafia Pangan
Sementara itu, Pusat Penelitian & Pengembangan Kompetensi ASN Pertanian (Pusbintan) Indria menyampaikan, pemerintah telah menyiapkan langkah taktis dengan menyediakan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan).
SPHP ini diharapkan untuk menjaga akses pangan masyarakat menengah ke bawah. Hal ini, menurutnya, tidak lepas dari peran regulasi dan pengawasan yang ketat.
“Kami terus memastikan agar masyarakat tetap mendapatkan pangan yang terjangkau, berkualitas, dan bermutu. Ini semua perlu dukungan lintas sektor, termasuk sinergi antara Bapanas, Kemendag, dan unsur lainnya,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa keberhasilan program SPHP sangat bergantung pada konsistensi implementasi di lapangan dan kemitraan yang kuat dengan pelaku pangan lokal.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan kolaborasi menyeluruh untuk memastikan sistem berjalan dengan baik, tidak sekadar administratif tapi benar-benar berdampak ke rakyat,” ungkapnya.