MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANYUWANGI – Eco Bhinneka Muhammadiyah Banyuwangi, Jawa Timur, menutup program Inisiatif Bersama untuk Aksi Keagamaan yang Strategis (Joint Initiative for Strategic Religious Action) yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah & Nasyiatul Aisyiyah.
Dalam keterangan pers yang diterima pada Senin (14/7), program ini telah berjalan sejak 2022 hingga 2025 mendorong kolaborasi lintas iman yang peduli terhadap pelestarian lingkungan. Penutupan ini dilaksanakan di Balai Desa Gelagahagung.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Ariati Dina Puspitasari mengapresiasi atas pelibatan aktif perempuan muda dalam program Eco Bhinneka yang dinilai relevan dengan Gerakan Keluarga Tangguh Nasyiatul Aisyiyah melalui pendekatan Eco Family, di mana perempuan berperan mengelola lingkungan dari rumah.
“Kami sangat bersyukur bisa berkolaborasi dengan Ibu Kepala Desa dan warga Glagahagung, serta didukung oleh Ranting Aisyiyah dan Muhammadiyah yang memungkinkan program ini berjalan baik,” ujarnya.
“Kami juga bahagia karena terbentuknya komunitas lintas iman Anak Muda Eco Bhinneka Blambangan (AMONG) menjadi ruang belajar bersama tentang nilai-nilai keberagaman dan kepedulian lingkungan, dan NA juga mendapatkan perspektif baru tentang inklusifitas, di mana kami belajar mempraktekkannya di sini,” tambahnya.
Ariati berharap inisiatif seperti pelatihan pembuatan loster dan sabun ramah lingkungan dapat mendukung pengembangan perekonomian masyarakat di Glagahagung dan terus berlanjut di masa depan.
Sementara itu, Direktur Program Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan, menekankan pentingnya membangun kepercayaan dan toleransi melalui kerja nyata di lapangan.
“Anak muda tidak bisa hanya berdialog di meja. Mereka harus terlibat langsung dan menjadi teladan. Eco Bhinneka membuktikan bahwa identitas agama bisa berjalan seiring dengan identitas universal sebagai warga bangsa yang peduli lingkungan dan kemanusiaan,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan harapan agar kerja sama lintas iman yang telah terbangun dapat dilanjutkan dan diperluas ke sektor ekonomi berkelanjutan.
Hening juga mengapresiasi kini Nasyiatul Aisyiyah melalui program ini telah menyusun Modul Eco Bhinneka Muhammadiyah – Nasyiatul Aisyiyah, dan punya Duta Green Nasyiah 100 orang di seluruh Indonesia.
“Duta Green Nasyiah ini bisa dikembangkan tidak hanya urus sampah dan tanaman, bisa juga green terkait energi, livelihood, kesejahteraan perempuan,” ungkapnya.
Pada kesempatan ini, Hening menyebutkan bahwa di Banyuwangi, Eco Bhinneka Muhammadiyah akan melanjutkan dengan program Strengthening Youth Multifaith Leader Initiative on Climate Justice through Ecofeminism (SMILE) selama 2 tahun ke depan, untuk memperkuat kepemimpinan orang muda lintas iman dalam merespons krisis iklim melalui pendekatan keadilan gender dan ekofeminisme.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi, Mukhlis Lahuddin, menegaskan bahwa hakikat dari beragama adalah membawa kedamaian, kegembiraan, kebermanfaatan, kepedulian, dan penghormatan bagi sesama.
“Kalau tidak membawa kedamaian, berarti belum merasakan nikmatnya beragama,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa setiap insan beriman seharusnya mempraktikkan nilai kepedulian dan tolong-menolong, tanpa memandang latar belakang agama. “Hari ini kita membuat loster dan sabun ramah lingkungan, sebelumnya kita terjun dan besuk sungai. Semua ini adalah wujud kebermanfaatan yang selaras dengan perintah agama,” imbuhnya.
Dalam refleksinya, Mukhlis Lahuddin menggambarkan konsep beragama melalui metafora sajadah—mulai dari sajadah pendek (urusan pribadi), sajadah panjang (urusan bersama), hingga sajadah luas (ruang lintas batas).
Menurutnya, keterlibatan dalam kehidupan sosial yang lebih luas akan melahirkan pemikiran inklusif dan tindakan nyata, termasuk dalam pengelolaan sampah dan perlindungan lingkungan.
“Merawat kerukunan itu proses panjang. Semoga kegiatan ini bermanfaat besar bagi kita semua, bagi masyarakat dan lingkungan kita, dan ujungnya membantu pemerintah, baik di tingkat desa hingga nasional, sesuai dengan bidangnya masing-masing,” pungkasnya.
Tokoh Agama Kristen, Wiyono, menyampaikan apresiasi atas kegiatan Eco Bhinneka yang menurutnya sangat positif dan perlu diperluas.
“Kita ini hidup menghirup oksigen yang sama, punya tanggung jawab yang sama untuk menjaga bumi. Kalau kegiatan seperti ini bisa terus digarap dan ditularkan, mungkin peristiwa menyayat hati di tempat lain bisa dicegah. Kami mendukung penuh meski belum memiliki program khusus, dan berharap jemaat bisa aktif mengelola alam di sekitarnya,” ungkapnya.
Tokoh Agama Katolik, Widodo, menyoroti pentingnya keteladanan dan aksi nyata dalam menjaga lingkungan. Ia menilai militansi kaum muda di Eco Bhinneka memberikan contoh luar biasa.
“Kalau saja semua kecamatan di Banyuwangi memiliki program ini, Dinas Lingkungan Hidup akan sangat terbantu. Kami, umat Katolik, mengapresiasi setinggi-tingginya dan berharap program ini berlanjut,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini telah memberi inspirasi di lingkungan gereja.
Tokoh Agama Buddha, Eka, mengungkapkan bahwa Eco Bhinneka membuka ruang silaturahmi yang memperkuat persaudaraan lintas iman. “Kami yang semula sungkan dan ragu, kini merasa menjadi bagian dari gerakan ini. Sekecil apa pun yang kami lakukan, manfaatnya terasa, terutama dalam membangun kedekatan antarumat beragama,” tuturnya.
Ketua PWNA Jawa Timur, Desi Ratnasari, menegaskan bahwa kader Nasyiatul Aisyiyah telah menjadi bagian penting dari gerakan edukasi dan ekologi melalui Eco Bhinneka. “Merawat bumi adalah bagian dari ibadah, dan keberagaman adalah kekuatan. Perempuan, khususnya kader NA, punya peran strategis sebagai eco-influencer di keluarga dan masyarakat,” katanya. Ia berharap praktik-praktik baik yang telah dimulai dapat menjadi “getuk tular” bagi daerah lain.