MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURABAYA – Mencuci keris, tombak, dan senjata atau pusaka peninggalan nenek moyang dibolehkan pada bulan Muharam, dan bulan-bulan yang lain asalkan tidak disertai keyakinan yang berbau syirik.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhammad Arifin pada Rabu (2/7) Kajian Rabu di Masjid At Taqwa, Pogot, Surabaya, Jawa Timur.
Bulan Muharam, atau dalam Jawa disebut Bulan Suro bagi sebagian masyarakat dianggap memiliki keistimewaan yang tak jarang itu mengarah pada kesyirikan – termasuk menganggap Bulan Suro sebagai bulan ampuh untuk mencuci benda pusaka.
“Apakah tidak boleh mencuci (benda pusaka)? boleh. Tapi kapan saja, tidak harus di bulan Muharam yang diiringi oleh kepercayaan-kepercayaan tertentu yang bisa mengurangi, menjadikan keropos nilai akidah kita,” tuturnya.
Islam sebagai agama yang mencintai kebersihan, tentu aktivitas membersihkan atau mencuci benda-benda milik pribadi maupun peninggalan pendahulu diperbolehkan. Asalkan aktivitas tersebut tidak mengandung unsur syirik.
Arifin mengajak, supaya bulan Muharam tak sebatas dijadikan penanda awal tahun hijriah namun juga menjadi momentum untuk melakukan muhasabah diri, koreksi diri, dan memperbarui hidup sebagai seorang muslim.
Selain itu, dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 36 disebutkan bahwa dalam Islam terdapat bulan Haram, yaitu bulan Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Pada keempat bulan tersebut umat Islam diminta memperbanyak amal ibadah.
“Jadi empat bulan haram yang telah ditetapkan oleh Allah di dalam Al Qur’an ini adalah sungguh sangat rugi kalau kita tidak bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Pada keempat bulan haram tersebut, sesuai tafsir Surat At Taubah ayat 36 juga dilarang melakukan perang. Maka dengan segala keistimewaan Muharam, kembali Muhammad Arifin menekankan, supaya jangan sampai dinodai dengan syirik.