MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Talqis Nurdianto, menyampaikan ceramah di Masjid KH Sudja, Yogyakarta, pada Kamis sore (17/07) tentang pentingnya membangun kurikulum pendidikan keluarga Islami, khususnya untuk generasi Z.
Dalam paparannya, Talqis menekankan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak, dengan orang tua sebagai “rektor” dan “dosen” yang berperan membentuk karakter anak.
Talqis menjelaskan, kurikulum pendidikan keluarga tidak wajib, tetapi sangat penting untuk dimiliki. “Meski tidak wajib, kurikulum ini harus ada untuk membimbing anak, terutama saat memasuki usia remaja yang penuh tantangan,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa generasi Z, yang akrab dengan teknologi dan media sosial, membutuhkan pengawasan dan bimbingan ekstra. Misalnya, orang tua perlu mengetahui konten yang diakses anak di ponsel dan lingkungan pergaulannya untuk mencegah dampak negatif, seperti paparan pornografi yang menurut data mencapai 20% di kalangan remaja.
Menurut Talqis, kurikulum pendidikan keluarga harus disesuaikan dengan kebutuhan anak dan zaman. Ia mencontohkan pentingnya mengenali minat anak, seperti keuangan Islam untuk anak yang suka keuangan, atau otomotif untuk anak yang gemar teknis.
“Orang tua harus punya rencana pendidikan untuk anak, seperti memasukkan ke pesantren untuk memperkuat pondasi agama atau kursus coding untuk mengembangkan bakat digital,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak. Contohnya, orang tua dapat memantau perkembangan anak dengan bertanya tentang hafalan Al-Qur’an atau berdiskusi tentang cita-cita.
Talqis menceritakan kisah keluarga yang menerapkan tadarus online setiap Subuh meski anak-anaknya berada di kota berbeda, sebagai bentuk komitmen menjaga nilai keislaman.
Talqis menyoroti peran ayah sebagai figur sentral dalam pendidikan keluarga. “Profil ayah yang hadir sangat penting. Ayah harus aktif mengontrol, misalnya menanyakan keberadaan anak di malam hari atau mengajak berdiskusi,” ungkapnya.
Ia menambahkan, 38% anak perempuan yang bermasalah berasal dari keluarga dengan figur ayah yang absen dalam kehidupan mereka.
Selain itu, Talqis mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan fisik, mental, dan sosial anak. Orang tua diajak mengajarkan pola hidup sehat, seperti olahraga ringan bersama keluarga, menjaga pola makan, dan mengajarkan nilai berbagi.
Untuk kesehatan mental, Talqis mengakui bahwa banyak orang tua mungkin tidak memiliki latar belakang psikologi. Namun, ia mengingatkan data bahwa satu dari tiga remaja mengalami gangguan kesehatan mental. Oleh karena itu, orang tua perlu lebih peka dan jika perlu, berkonsultasi dengan psikolog.
“Kita perlu tanya sama ahlinya, sama psikolog misalkan, ajak ngobrol,” sarannya. Ia juga menyarankan reinstall mental dan live rescheduling atau perubahan pola hidup yang lebih baik untuk mengatasi masalah kesehatan mental.
Talqis juga menyinggung tentang persiapan pernikahan. Ia menyayangkan maraknya fenomena dispensasi nikah dini, yang sebagian besar disebabkan oleh kehamilan di luar nikah. “Belum waktunya nyoblos sudah nyoblos,” kritiknya.
Ia menekankan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman dan bimbingan, sementara anak perlu belajar menahan diri. Orang tua yang baik, menurutnya, akan mencarikan menantu yang bertanggung jawab dan beribadah baik, meskipun penghasilannya tidak banyak.
“Orang tua kadang memiliki kemampuan melihat mana lelaki yang tanggung jawab mana yang tidak,” katanya. Dialog dan komunikasi antara orang tua dan anak juga penting dalam proses mencari jodoh.
Talqis menutup ceramahnya dengan menegaskan bahwa kurikulum pendidikan keluarga harus berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. “Setiap keluarga punya kebutuhan berbeda, tapi jika berpijak pada nilai Islam, kurikulum ini bisa diterapkan di mana saja,” pungkasnya.