MUHAMMADIYAH.OR.ID, MAGELANG – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Jumati, meluruskan tudingan yang kerap dialamatkan kepada Muhammadiyah sebagai Wahabi.
Dalam acara Mimbar UNIMMA pada Rabu (16/07), Jumati menegaskan bahwa tuduhan tersebut bersifat tendensius dan tidak perlu ditanggapi secara berlebihan.
Jumati menjelaskan bahwa adanya kesamaan dalam aspek tertentu antara Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), atau gerakan Islam lainnya tidak serta merta membuat mereka identik.
“Muhammadiyah salat wajib 5 waktu, NU juga salat 5 waktu, Wahabi juga lima waktu salatnya dan yang lain-lain. Tetapi kesamaan dalam hal tertentu itu bukan berarti sama, bukan berarti identik,” jelasnya.
Ia mengajak masyarakat untuk menilai sebuah organisasi berdasarkan literasi yang bersumber dari pimpinan pusat, bukan sekadar narasi atau pandangan lahiriah dari perilaku segelintir orang.
“Sering orang itu hanya melihat Muhammadiyah dari sisi lahiriah. Lahiriah itu pun kadang-kadang hanya melihat perilaku sementara orang Muhammadiyah. Sehingga masyarakat kadang memandang Muhammadiyah secara tidak utuh,” tambahnya.
Menurut Jumati, tuduhan Muhammadiyah sebagai Wahabi boleh jadi muncul akibat kedengkian atau kecurigaan. Ia menekankan bahwa Muhammadiyah menjawab tuduhan semacam itu bukan dengan kata-kata, melainkan dengan karya nyata.
Untuk memahami Muhammadiyah secara utuh, Jumati menyarankan masyarakat untuk merujuk pada dokumen-dokumen resmi persyarikatan, seperti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, serta Risalah Islam Berkemajuan.
“Memahami Muhammadiyah tidak berdasarkan narasi dari orang-orang yang bermacam-macam, tetapi berdasarkan literasi yang bisa dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Muhammadiyah Gerakan Dakwah dengan Pendekatan Tajdid
Jumati juga memaparkan visi Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang merupakan gerakan Islam dengan maksud dakwah amar makruf nahi mungkar, yang ditujukan kepada perseorangan dan masyarakat.
Sasaran dakwah Muhammadiyah meliputi umat ijabah (muslim) dan umat dakwah (non-muslim), dengan pendekatan yang berbeda.
Bagi umat ijabah, dakwah dilakukan dengan pendekatan tajdid, yang mencakup dua aspek:
- Purifikasi (Pemurnian): Mengembalikan ajaran kepada sumber aslinya (Al-Qur’an dan Sunnah). Aspek ini diterapkan pada bidang akidah dan ibadah, di mana tidak boleh ada kreativitas.
- Dinamisasi (Pengembangan): Diterapkan untuk bidang muamalah duniawiyah, yang membutuhkan kerja akal dan kreativitas luas untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.
“Tidak ada kata bidah di dalam urusan muamalah duniawiyah,” ujarnya, menekankan proporsionalitas pandangan Muhammadiyah.
Sementara itu, dakwah kepada umat dakwah (non-muslim) dilakukan dengan menampilkan Islam sebagai agama yang menarik melalui wajah ceria dan akhlak mulia, dengan tujuan agar mereka tertarik dan memeluk Islam dengan kesadaran penuh.
Jumati kembali menegaskan, “Meskipun Muhammadiyah dalam aspek tertentu ada irisan, ada sesuatu yang sama dengan pandangan keagamaan Wahabi, itu bukan berarti Muhammadiyah itu Wahabi ya. Itu hanya tuduhan yang tendensius dan tidak perlu ditanggapi secara serius,”tutupnya.