MUHAMMADIYAH.OR.ID, MEDAN – Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA) tak hanya untuk kalangan Muhammadiyah, atau umat islam saja. Tapi siapapun boleh belajar dan mencintainya.
Kesan itu didapatkan oleh Laura Amandasari, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU) anak dari keluarga Kristen Protestan yang diwisuda pada Selasa (8/7) dari Fakultas Hukum UMSU.
“Awalnya saya ragu karena perbedaan, tetapi saya justru menemukan rumah kedua di UMSU. Kampus ini tidak hanya menjadikan toleransi sebagai jargon, tetapi sebagai praktik nyata,” kata Laura.
Di UMSU Laura tak sekadar menempuh pendidikan di bangku ruang-ruang kelas. Namun juga aktif di organisasi kemahasiswaan sebagai Sekretaris Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum UMSU Periode 2023-2024.
Tak hanya dirinya, banyak juga mahasiswa non-muslim yang kuliah di UMSU. Mereka merasa diperlakukan dengan baik, tidak ada diskriminasi, keadilan dan toleransi diterapkan, tidak hanya berhenti menjadi papan jargon promosi kampus.
“Saya Laura Amandasari mahasiswa Kristen Protestan. Di sini saya bukan mewakili diri saya sendiri tentunya, tapi juga ingin menyuarakan kisah saya yang saya yakin mewakili teman-teman sekalian,” imbuhnya.
Kualitas Pendidikan Unggul dan Menjunjung Keadilan
Menceritakan awal masuk UMSU, Laura menyebut alasan utamanya karena akreditasi UMSU yang sudah unggul. Keputusan ini diambil sesuai dengan pesan guru SMA nya agar tidak downgrade.
Meski sudah memutuskan memilih UMSU, namun dirinya masih kebingungan akan bagaimana nasibnya ke depan – sebagai anak dari keluarga Protestan namun kuliah di kampus Muhammadiyah, orang tuanya khawatir putri kesayangannya dikucilkan.
“Pak, aku enggak dikucilkan. Aku diterima di sini. Dan memang benar kekhawatiran saya pelan-pelan itu terbukti. Karena apa? saya diterima memang dan bapak saya mulai memahami bahwa di sini tidak ada ruang untuk diskriminasi,” kata Laura.
Tak sampai di situ, Laura mengaku punya kenangan yang terlupakan selama menempuh pendidikan di UMSU, yakni ketika ada program wakaf Al Qur’an pada Bulan Ramadan tahun 2024.
“Bagi saya teman-teman, ini bukan pengalaman lintas iman saja, tapi bagaimana kita belajar tentang kebersamaan, toleransi, dan kemanusiaan. Sebab akhirnya yang paling dikenang adalah bukan pencapaian atau kebaikan, tapi kebaikan yang tertinggal saat kita pergi,” imbuhnya.
“Jika teman-teman pernah mendengar kalimat toleransi di kampus kita, ini bukan hanya sebuah jargon tapi nilai indah diimplementasikan oleh Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara,” sambung Laura.
Di UMSU dirinya mendapat tak hanya ilmu, tapi nilai dan pandangan hidup seperti rasa hormat, kasih, toleransi, dan semua itu menurutnya adalah pondasi untuk membangun peradaban damai di masa mendatang.
“Karena sampai detik ini saya wisuda, saya masih sebagai seorang Kristen Protestan di tengah-tengah ramainya wisudawan muslim di Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara,” katanya.