MUHAMMADIYAH.OR.ID, MEDAN – Kiprah Muhammadiyah untuk mencerahkan kehidupan bangsa selalu dinanti, baik oleh masyarakat maupun pemerintah atau pemangku kebijakan di Indonesia.
Persyarikatan Muhammadiyah sejak awal berdiri telah memberikan pelayanan kepada seluruh umat, bangsa, dan kemanusiaan tanpa terkecuali. Maka tidak heran jika yang belajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah kini tak hanya umat muslim saja.
Mendikdasmen RI, Abdul Mu’ti dalam acara wisuda yang digelar oleh Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU) pada Selasa (8/7) menyampaikan, pelayanan pendidikan untuk mencerahkan bangsa diberikan Muhammadiyah tak memandang latar belakang agama.
Pelayanan inklusif yang diberikan Muhammadiyah itu, imbuhnya, wujud implementasi dari Islam rahmat bagi seluruh alam – pencerahan atau kebermanfaatan diberikan Muhammadiyah kepada siapapun.
Maka putra dan putri bangsa Indonesia, bahkan umat manusia secara keseluruhan diberi kesempatan sama untuk dapat belajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah, termasuk di Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah.
Tentang pluralitas peserta didik di lembaga pendidikan Muhammadiyah, Abdul Mu’ti bersama Fajar Riza Ul Haq pernah melakukan penelitian. Dari penelitian itu memunculkan terma baru di Muhammadiyah yaitu Krismuha (Kristen Muhammadiyah).
“Kristen Muhammadiyah sekarang itu menjadi istilah populer, Krismuha – Kristen Muhammadiyah dan sekarang makin banyak saudara-saudara kita yang beragama Katolik, Kristen yang percaya diri belajar di Muhammadiyah,” katanya.
Salah satu contoh nyatanya adalah Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK), dari 8.000 lebih total mahasiswanya, sebanyak 85 persen mereka adalah non muslim baik itu Katolik maupun Protestan, dan ada dari agama yang lain juga.
Tak hanya di UMK, melainkan kampus-kampus Muhammadiyah lain di Kawasan Timur Indonesia (KTI) juga mayoritas mahasiswanya adalah non-muslim, seperti UNIMUDA Sorong, Universitas Muhammadiyah Maumere, dan lain-lain.
Mahasiswa non-muslim yang belajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak kemudian keimanannya terdegradasi, namun sebaliknya justru semakin kuat sebagaimana kesaksian dari salah satu mahasiswa non-muslim di UMSU, Laura Amanda Sari.