إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نبينا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ
عِبَادَ اللَّهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ، فَتَقْوَى اللَّهِ فَوْزٌ لَنَا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيمِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Ma’asyiral Muslimin, sidang Jumat yang dirahmati Allah,
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT, dengan sebenar-benar takwa, yaitu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena takwa adalah bekal terbaik bagi kita di dunia dan akhirat.
Pada kesempatan khutbah yang mulia ini, saya ingin mengingatkan kita semua tentang satu perilaku yang sangat dibenci oleh Allah SWT, yaitu berbangga diri dengan dosa. Ini adalah sikap yang bertentangan dengan fitrah seorang Muslim yang seharusnya merasa hina dan malu ketika terjerumus dalam kemaksiatan.
Allah SWT berfirman dalam QS. Ali ‘Imran ayat 188:
لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُوْنَ بِمَآ اَتَوْا وَّيُحِبُّوْنَ اَنْ يُّحْمَدُوْا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوْا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa (perbuatan buruk) yang telah mereka kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan (yang mereka anggap baik) yang tidak mereka lakukan, kamu jangan sekali-kali mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang sangat pedih.”
Ayat ini dengan sangat tegas mengingatkan kita akan bahaya besar bagi mereka yang merasa senang dan bahkan berbangga dengan perbuatan dosa yang telah mereka lakukan. Lebih parah lagi jika mereka mengharapkan pujian atas dosa tersebut. Ini menunjukkan betapa jauhnya hati mereka dari hidayah dan rahmat Allah.
Saudaraku kaum Muslimin,
Tidak hanya dalam Al-Qur’an, Rasulullah SAW juga sangat melarang perbuatan berbangga diri dengan dosa, bahkan perbuatan bermaksiat secara terang-terangan. Dalam sebuah hadis yang mulia, beliau bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْجِهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ تَعَالَى فَيَقُولُ: عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan (melakukan dosa). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang mengerjakan suatu perbuatan dosa di malam hari, lalu keesokan harinya ia mengatakan: ‘Tadi malam aku melakukan ini dan itu’, padahal Allah telah menutupi aibnya. Ia malah membuka tabir Allah yang menutupi dirinya.”
Hadis ini menggambarkan dengan jelas betapa hinanya seseorang yang Allah telah menutupi aibnya, namun justru ia sendiri yang membuka dan menyebarkan aib tersebut. Ini adalah bentuk kufur nikmat terhadap rahmat Allah yang telah menutupi kekhilafannya.
Islam mengajarkan kita untuk menjaga aib, baik aib diri sendiri maupun aib orang lain. Bahkan, dalam mengurus jenazah sekalipun, kita dianjurkan untuk merahasiakan kekurangan atau cacat tubuhnya. Nabi SAW bersabda:
مَنْ غَسَّلَ مَيْتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ، غَفَرَ اللَّهُ لَهُ أَرْبَعِينَ مَرَّةً
“Barangsiapa memandikan mayat (jenazah), lalu merahasiakan cacat tubuhnya (aib), maka Allah memberi ampun baginya empat puluh kali.” (HR. Al-Hakim).
Jika terhadap jenazah saja kita dianjurkan untuk menjaga aibnya, apalagi terhadap diri kita sendiri atau sesama Muslim yang masih hidup. Mengumbar aib diri sendiri, apalagi berbangga dengan perbuatan dosa, jelas bertentangan dengan nilai-nilai luhur ajaran Islam.
Pengakuan aib hanya dibenarkan jika dilakukan di hadapan Allah dalam rangka taubat yang tulus, bukan untuk membanggakan diri di hadapan manusia.
Ma’asyiral Muslimin, sidang Jumat yang dimuliakan Allah,
Setiap manusia pasti tidak luput dari dosa dan kesalahan. Namun, yang membedakan seorang hamba yang beriman dengan selainnya adalah bagaimana ia menyikapi dosa tersebut. Seorang mukmin yang sejati akan merasakan penyesalan yang mendalam atas dosanya, kemudian segera bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT.
Allah SWT adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dia selalu membuka pintu taubat selebar-lebarnya bagi hamba-Nya yang menyesali perbuatan dosa dan berniat sungguh-sungguh untuk memperbaiki diri.
Tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni oleh Allah, selama seorang hamba bersungguh-sungguh dalam taubatnya.
Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Maidah ayat 39:
فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Maka siapa pun yang bertobat sesudah melakukan kejahatan dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini adalah janji Allah bagi mereka yang bertaubat dengan sungguh-sungguh. Setelah melakukan kezaliman atau dosa, jika ia segera bertaubat dan memperbaiki diri, maka Allah akan menerima taubatnya. Ini adalah bukti kasih sayang Allah yang tak terbatas kepada hamba-hamba-Nya.
Bahkan, dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ، فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
“Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, jika kalian tidak berbuat dosa, Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa, lalu mereka pun minta ampun kepada Allah, Allah pun ampuni dosa mereka.”
Hadis ini tidak berarti kita dianjurkan untuk berdosa, namun menunjukkan betapa luasnya ampunan Allah bagi mereka yang mengakui kesalahannya dan bertaubat. Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang kembali kepada-Nya dengan penyesalan dan permohonan ampun.
Oleh karena itu, marilah kita senantiasa menjaga lisan dan perbuatan kita. Janganlah sekali-kali kita berbangga dengan dosa yang telah kita lakukan, apalagi menceritakannya kepada orang lain.
Segeralah bertaubat, memohon ampun kepada Allah, dan berjanji untuk tidak mengulangi dosa tersebut. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita semua di jalan yang lurus dan mengampuni segala dosa dan kesalahan kita.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Khutbah Kedua: