MUHAMMADIYAH.OR.ID, SUKOHARJO – Menyongsong berbagai prediksi yang mengatakan Indonesia akan mencapai kemajuan pada 2045 atau 2050, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas serukan persatuan umat Islam.
Menurut lembaga penelitian Price Waterhouse Cooper, Indonesia diprediksi akan menjadi negara maju dan mampu bersaing dengan Eropa termasuk Amerika. Maka dari itu umat Islam sebagai mayoritas di Indonesia diminta segera menyiapkan diri.
Sebab jika kondisi ekonomi umat Islam masih di bawah, kata Anwar Abbas, kemajuan yang diraih oleh Indonesia itu bukan dimotori oleh bangsa Indonesia, tapi oleh bangsa lain yang memanfaatkan Indonesia sebagai tempat tumbuh.
Jumlah yang banyak, imbuhnya, merupakan potensi yang luar biasa jika mampu dikelola dengan baik. Namun di sisi lain, melimpahnya jumlah umat Islam ini memiliki kelemahan yaitu sulitnya bersatu – maka kelemahan itu harus ditutup.
“Jadi umat Islam di negeri ini akan bisa berderai-derai kalau seandainya umat Islam tidak bisa menutup kelemahannya,” kata Anwar Abbas dalam Pengajian Ahad Pagi di Ponpes Modern Imam Syuhodo, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Blimbing pada Ahad (20/7).
Anwar Abbas menyarankan, selain memperkuat persatuan sisi lain yang perlu diperkuat adalah kemandirian ekonomi. Pasalnya, umat Islam di Indonesia ini ekonominya masih terseok-seok dibandingkan dengan komunitas yang lain.
Hidup dalam situasi politik transaksional, ekonomi memegang kendali penuh terhadap politik. Sementara arah kebijakan ada di tangan politik. Maka politik kerap kali takluk atau tunduk di hadapan pemegang kuasa ekonomi – kelompok kapital.
Maka tak bisa dipungkiri pada situasi demikian menyebabkan pada beberapa kebijakan dikendalikan atau diarahkan untuk kepentingan dan keuntungan para kelompok kapital.
“Saya perlu mengingatkan kita semua. Bila keadaan ini berketerusan maka rakyat dan bangsa ini akan menderita,” tegas Anwar Abbas.
Mengutip Milton Friedman, Anwar Abbas menyebut jika kekuatan politik dan ekonomi berada pada satu tangan, maka dia akan melahirkan rezim tiran – rezim yang zalim. Kebijakan yang lahir akan ‘dibelokkan’ sekehendaknya.