MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Muhammadiyah mendorong mahasiswa di Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA) selain melakukan penguatan sosial keumatan, juga di sektor ekonomi berbasis teknologi dan kemandirian.
Hal itu disampaikan oleh Bendahara Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hilman Latief pada Sabtu (19/7) dalam acara Muhammadiyah Center for Bootcamp 2025 di Ballroom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Hilman memandang, selama ini terlalu cenderung pada penguatan di sisi hilir dengan pemberian bantuan dengan yang sifatnya karitatif. Tapi masih lemah pada sisi hulu, tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Muhammadiyah.
“Ini menjadi tantangan bagi Muhammadiyah, bagaimana pengelolaan sektor produktif dapat lebih serius kita garap ke depan,” katanya.
Dalam acara yang diikuti ratusan mahasiswa dari berbagai PTMA ini Hilman menekankan supaya mahasiswa tidak hanya menjadi pekerja, tapi harus menjadi pengusaha yang mampu mengelola sektor hulu.
“Kita ingin mahasiswa tidak hanya menjadi konsumen dalam ekosistem bisnis, tetapi juga produsen,” harap Hilman.
Sektor hulu yang dimaksud oleh Hilman meliputi, produk pangan, pengelolaan produk pertanian, hingga sektor teknologi berbasis industri kreatif. Langkah ini telah dimulai oleh Muhammadiyah yang telah memiliki lebih dari 70 unit usaha.
Pengusaha-pengusaha raksasa dunia, imbuhnya, saat ini telah mulai bergerak pada bisnis berbasis teknologi yang dihubungkan dengan isu-isu kemanusiaan – termasuk pangan dan seterusnya, serta masuk pada bisnis berkelanjutan.
“Muhammadiyah juga harus mengambil peran di sini, bagaimana teknologi muslim bisa memberikan solusi untuk masyarakat,” sambungnya.
Guru Besar Bidang Filantropi Islam ini mengungkapkan, saat ini kegiatan-kegiatan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) di Muhammadiyah masih dominan untuk diarahkan di bidang sosial dan infrastruktur keagamaan.
Padahal besarnya potensi ZISWAF di tubuh umat Islam di Indonesia dapat diarahkan untuk membangun kemandirian dengan mendorong sektor produktif, misalnya untuk isu kemandirian pangan yang berkelanjutan.