MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Habib Ja’far Al Hadar di Resepsi Milad ke-23 Lazismu pada (23/7) di Gedung Dakwah Pusat Muhammadiyah, Jakarta menyebut Kiai Ahmad Dahlan sebagai sosok pembeda praktik keagamaan di zamannya.
Habib Ja’far bukan orang baru di Muhammadiyah, terlebih di Lazismu Pusat. Dirinya tercatat pernah mengawangi Majalah Mata Hati milik Lazismu Pusat pada tahun 2015, sehingga dirinya kerap disebut sebagai habib berkemajuan.
Sebagai seorang yang berangkat dari lingkungan habaib, Habib Ja’far mengaku kagum dan belajar banyak tentang kontekstualisasi Agama Islam dalam memajukan kehidupan di lingkungan Muhammadiyah.
Khususnya dari sejarah Kiai Ahmad Dahlan, Habib Ja’far mencermati Kiai Dahlan bisa disebut sebagai anomali seorang ulama yang mempraktikkan ajaran Agama Islam. Kiai Dahlan berhasil menafsirkan ayat Al Qur’an ke dalam aksi nyata.
“Karena memang religiusitas itu seringkali bahkan cenderung memang hanya diukur pada ritualitasnya di zaman itu. Sehingga orang itu disebut religius kalau secara ritual dia memang tampak menjalankan ritual-ritual,” katanya.
Maka di tengah situasi dan nilai serba banal itu, Kiai Dahlan hadir mendorong agar kesalihan tidak hanya berhenti pada ritual dan personal. Tapi kesalihan didorong pada ruang lingkup yang lebih luas atau disebut sebagai kesalihan sosial.
Muhammadiyah Perlu Respon Masalah Kesehatan Mental Anak Muda
Namun demikian, semangat yang dilakukan oleh Kiai Ahmad Dahlan pada masa kini sudah menjadi umum. Oleh karena itu, menurut Habib Ja’far ada tantangan baru yang perlu untuk dijawab Muhammadiyah.
“Tantangan yang ingin saya sebut sebagai psikologi Al Ma’un, bukan hanya teologi Al Ma’un. Tapi Lazismu harus bergerak pada ranah psikologi Al Ma’un,” katanya.
Habib Ja’far menjelaskan, psikologi Al Ma’un untuk menjawab realitas yang dihadapi oleh manusia sekarang terkait dengan isu-isu kesehatan mental. Sebab menurutnya, isu kesehatan mental adalah isu yang besar di zaman sekarang.
“Secara kuantitatif, data yang ada di tahun 2023, 2024 itu menunjukkan angka 32 juta anak muda Indonesia itu mengalami masalah mental. Artinya satu dari sepuluh anak muda Indonesia itu memiliki masalah mental dengan ragam masalah,” katanya.
Mengutip beberapa sumber, Habib Ja’far menyebut masalah kesehatan mental anak muda di Indonesia disebabkan oleh tiga hal yaitu, suasana kantor yang toxic, pola parenting yang tidak sehat mental seperti kekerasan verbal maupun fisik, dan ekosistem digital yang tidak ramah.
Rendahnya kesehatan mental anak muda Indonesia, kata Habib Ja’far, kerap jadi pemicu kehidupan yang serba kacau – di sekolah dia bermasalah, dinikahkan akan bercerai, bekerja jadi tidak produktif, dan seterusnya.