MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ustadi Hamsah, dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (23/07), menguraikan secara mendalam Tafsir At-Tanwir Surah Al-Baqarah ayat 268-269.
Beliau menyoroti godaan setan yang kerap menghalangi umat Muslim untuk berinfak, sekaligus menegaskan janji ampunan dan karunia Allah bagi mereka yang bersedekah.
Ustadi Hamsah menjelaskan bahwa ayat 268-269 dari Surah Al-Baqarah memiliki korelasi erat dengan ayat-ayat sebelumnya yang juga membahas tentang infak.
Ia merinci, Surah Al-Baqarah ayat 261-264 mengupas tentang pahala berinfak di jalan Allah, sementara ayat 265-266 menekankan keharusan berinfak dengan ikhlas. Kemudian, pada ayat 267, Al-Qur’an menguraikan pentingnya berinfak dengan harta terbaik.
“Fokus kita adalah Surah Al-Baqarah ayat 268-269, yang berbicara tentang mengapa ada godaan untuk tidak berinfak,” terang Ustadi.
Lantas, mengapa godaan ini begitu kuat dan bagaimana setan bekerja untuk menghalangi kebaikan ini?
“Godaan ini muncul karena setan. Setan menggoda kita untuk tidak berinfak dengan menciptakan kekhawatiran bahwa berinfak akan menyebabkan kesulitan hidup,” terang Ustadi.
Setan, lanjut Ustadi, menanamkan keyakinan palsu bahwa berinfak berarti mengurangi harta dan memikul beban mengurusi kaum miskin yang seolah tak berkesudahan. Ustadi Hamsah juga mengutip Surah Al-Fajr ayat 15 dan 16, yang intinya menunjukkan bahwa setan menciptakan persepsi bahwa harta adalah ukuran kebahagiaan dan kesuksesan.
Namun, Ustadi Hamsah menegaskan bahwa Allah SWT menjanjikan ampunan dan karunia bagi hamba-Nya yang berinfak. Ia merujuk kembali pada Surah Al-Baqarah ayat 261, yang secara jelas menyebutkan bahwa berinfak dapat menjadikan seseorang kaya dan dimudahkan urusannya.
“Padahal dengan berinfak, Allah menjanjikan ampunan dan karunia,” ujarnya.
Lebih jauh, Ustadi Hamsah menjelaskan bahwa dalam Surah Al-Baqarah ayat 269, Allah akan menganugerahkan hikmah kepada orang-orang yang menginfakkan hartanya. Hikmah ini diartikan sebagai pengetahuan dan kesadaran spiritual yang mendalam tentang kebenaran.
“Spiritual berarti apa pun yang dianugerahkan kita hubungkan dengan Allah, connecting dengan Allah,” papar Ustadi.
Dengan hikmah, seseorang akan mampu menghayati posisi harta dan cara menyikapinya secara spiritual. Kebahagiaan, menurut Ustadi, bukanlah tentang apa yang dimiliki, melainkan bagaimana seseorang melihat dan mensyukuri apa yang ada.
Ustadi Hamsah menutup kajiannya dengan menjabarkan sifat-sifat ahlul hikmah (orang-orang yang dianugerahi hikmah). Mereka adalah pribadi yang senantiasa mengingat Allah, berpikir tentang kehidupan di langit dan bumi, pandai mendengarkan, dan berusaha menjadi hamba yang sebaik-baiknya.