MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqoddas mendorong adanya epistemologi profetik yang utuh, kemudian membangun metodologi yang kompatibel di Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA).
Hal itu Busyro sampaikan pada Jumát (4/7) dalam Focus Group Discussion (FGD) Pemikiran Hukum Muhammadiyah yang diselenggarakan Majelis Hukum dan HAM (MHH) PP Muhammadiyah bersama Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Surakarta.
Munculnya dorongan untuk membangun epistemologi profetik, kemudian metodologinya yang kompatibel itu muncul setelah Busyro mengonfirmasi ke berbagai pihak, termasuk ke internal persyarikatan dan berbagai lembaga swasta dan negara, bahwa sejauh ini belum ada epistemologi dan metodologi profetik yang utuh di perguruan tinggi.
Padahal dalam melihat sebuah objek atau fenomena, katanya, Muhammadiyah sudah memiliki sebuah pedoman untuk pendekatan yaitu bayani, burhani, dan irfani sesuai dengan Manhaj Tarjih Muhammadiyah. Dengan itu, ketiganya perlu menjadi alat untuk melakukan riset-riset di PTMA.
Busyro menegaskan, tidak boleh terjadi ketimpangan penggunaan ketiga pendekatan tersebut dalam sebuah riset di PTMA. Sebab disinyalir, irfani menjadi pendekatan yang tandus atau miskin di dunia akademik.
“Burhani dan bayani itu apakah cukup? Jawabannya tidak. Mana di antara tiga itu yang miskin, yang tandus, yaitu yang terakhir yang irfani,” katanya.
Irfani atau kejernihan hati, atau intuisi ini menjadi pijakan bagi seorang akademisi dalam membangun sebuah iklim akademik. Jangan sampai kemampuan atau keahlian yang ‘menggunung’ tidak disertai oleh irfani yang dalam. Jika itu terjadi Busyro khawatir akan menimbulkan kerusakan dan keculasan.
Kekhawatiran lebih jauh adalah jika nanti akademisi, generasi muda atau mahasiswa yang kompeten dalam akademik namun tak memiliki irfani akan menjadi penguasa atau menjadi pejabat, yang dari kekuasaan itu akan lahir ‘dosa-dosa kekuasaan’.
Dengan demikian Busyro berharap, riset-riset yang dilakukan oleh akademisi juga harus memiliki sisi irfani dengan indikator sederhana yaitu penelitian tersebut mencerminkan semangat amar ma’ruf nahi munkar – tentu disertai dengan realitas-realitas data lapangan yang objektif.