MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Visi Muhammadiyah 2020-2027 menitikberatkan pada peningkatan sinergi lintas komponen umat, bangsa, dan kemitraan nasional dan internasional untuk mendukung terciptanya pranata sosial berkemajuan bagi pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai Islam di Indonesia.
Dalam rangka mengupayakan ke arah itu, Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Konsolidasi Nasional pada (26/07), di Jakarta dengan tema “Dinamika dan Agenda Strategis Kebangsaan dan Keumatan: Peran Diaspora Muhammadiyah”.
Konsolidasi ini diikuti oleh lebih dari 30 peserta yang berasal dari 15 LKKS Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Adapun pembicara yang hadir antara lain adalah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu’ti dan Menteri Kehutanan (Menhut) RI Raja Juli Antoni.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menilai LKKS yang dinahkodai oleh Fajar Riza Ul Haq tengah berupaya untuk membincang, melihat, serta meninjau kembali relasi antara Muhammadiyah dengan negara dalam konteks kekinian. Bagi Toni, hal ini penting dilakukan untuk mengungkap bagaimana sesungguhnya persepsi Muhammadiyah mengenai negara yang erat kaitannya dengan politik.
“Saya kira, apa yang sedang dikerjakan oleh Ketua Lembaga, Mas Fajar dan kawan kawannya di Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis Muhammadiyah ini sangat penting,” ujar Toni.
“Tapi kalau mau dikerucutkan lebih dalam apa sebenarnya yang menjadi pekerjaan utama Mas Fajar dan kawan-kawan ini adalah membincang kembali tentang relasi Muhammadiyah dan politik. Bagaimana kemudian Muhammadiyah memandang hubungannya dengan partai politik maupun terhadap kekuasaan yang ada,” imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengingatkan bahwa ladang dakwah Muhammadiyah itu luas. Baginya, dakwah-dakwah Muhammadiyah tidak boleh terbatas dan berhenti pada pendirian rumah sakit atau sekolah-sekolah belaka.
“Kesemua itu mesti dimaknai sebagai instrumen untuk menjadikan Indonesia menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Saya sengaja menyampaikan hal tersebut agar relasi antara dakwah Muhammadiyah dengan negara itu tidak mengalami distorsi, bahkan semacam dikotomi atau mungkin fabrikasi. Sejak awal, pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan ingin menata negara. Karena pada saat itu belum ada parpol, maka tidak dibuat parpol. Sehingga, Muhammadiyah memilih gerakan dakwah,” jelasnya.
Lebih lanjut, Mu’ti juga menekankan agar kader-kader Muhammadiyah terus membuka komunikasi sekalipun kepada mereka yang berbeda secara pilihan politik serta mampu memainkan peran strategis sebagai aktor penentu. Menurutnya, beda pilihan politik tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak membuka komunikasi.
“Muhammadiyah bisa berpolitik tanpa menjadi partai politik. Strategi kultural dan struktural itu bisa saling berjalan berkelindan. Semua hal yang berkaitan dengan urusan negara, itu urusan politik. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Jadi, Apa pun yang menyangkut urusan publik, itu ya politik,” tegas Mu’ti.
“Anywhere we are, ya jangan lupa dengan Muhammadiyah. Kita harus give back to Muhammadiyah,” tutupnya.