MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Masjid KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menggelar khutbah Jumat (27/06) yang diisi oleh Sobar M Johari, anggota Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dalam khutbahnya, Johar mengajak jemaah untuk merenungi makna Hijrah di awal tahun baru Hijriah 1447 H serta menyikapi tantangan global yang mengemuka di akhir tahun ini.
Johar memulai khutbah dengan mengapresiasi peluncuran Kalender Hijriah Global Tunggal oleh Muhammadiyah pada Rabu (25/6), yang menetapkan 1 Muharam jatuh pada hari ini. Ia menegaskan bahwa kalender global ini diharapkan dapat menyatukan umat Islam di berbagai negara, mengakhiri perdebatan panjang tentang penentuan awal Ramadan dan Idul Fitri.
“Di tengah kemajuan teknologi, ketika negara lain sudah menjelajahi bulan dan planet, umat Islam masih memperdebatkan kapan bulan muncul. Ini adalah kritik pedas bagi kita,” ujarnya.
Selain itu, Johar menyoroti ketegangan global yang menjadi isu krusial di akhir tahun. Ia menyebut tiga elemen yang membuat negara merasa sebagai “super power”: mata uang, minyak bumi, dan senjata nuklir.
Negara-negara seperti Amerika Serikat, Israel, Iran, India, dan Korea Utara, yang memiliki kekuatan nuklir, berada dalam posisi saling mengancam.
“Bayangkan, satu tombol nuklir ditekan, dampaknya seperti Hiroshima 1945, dengan radiasi yang menghancurkan tubuh manusia dan lingkungan,” katanya, menekankan ancaman perang nuklir yang mengkhawatirkan.
Johar juga menyentil isu lokal yang menarik perhatian, yakni dugaan pembelian senjata nuklir oleh Indonesia, sebagaimana dilaporkan beberapa media terkait kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke India.
“Kita perlu menelusuri lebih lanjut, tetapi kenaikan anggaran pertahanan hingga 30% menunjukkan perhatian serius pada isu keamanan,” tambahnya.
Dalam konteks tahun baru Hijriah, Johar mengaitkan peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah sebagai tonggak peradaban Islam.
“Hijrah bukan sekadar perpindahan fisik, tetapi juga spiritual dan intelektual. Keputusan cerdas Rasulullah membangun peradaban di Madinah menjadi teladan bagi kita,” jelasnya.
Ia mendorong jemaah, khususnya mahasiswa UMY, untuk menjadikan “hijrah” ke Yogyakarta sebagai langkah mencari ilmu dan berkontribusi pada peradaban.
Johar juga menggarisbawahi pentingnya persatuan, sebagaimana ditunjukkan oleh kolaborasi antara Muhajirin dan Ansar di Madinah. “Persatuan menciptakan kolaborasi yang menghasilkan peradaban, seperti yang kita lihat di UMY, hasil kerja sama orang-orang dari berbagai daerah,” katanya.
Mengutip ajaran KH Ahmad Dahlan, Johar menyinggung teologi Al-Maun yang mengajarkan pembebasan dari kemiskinan dan kebodohan, serta Surah Al-Asr yang mengingatkan manusia akan kerugian akibat waktu yang terbuang.
Ia menekankan tiga kunci keselamatan menurut Surah Al-Asr: iman, amal saleh, dan saling menasihati dalam kebaikan serta kesabaran. “Iman tanpa amal saleh ibarat fatamorgana, sedangkan amal tanpa iman tidak bermakna abadi. Ilmu menjadi pilar untuk menasihati dengan hikmah,” paparnya.
Menutup khutbah, Johar mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan, termasuk teknologi nuklir, harus digunakan untuk kebaikan, bukan kehancuran. “Jika ilmu disalahgunakan, itu bukan amal saleh, melainkan kerusakan di muka bumi,” tegasnya.
Khutbah ini menggugah jemaah untuk merenungi makna Hijrah, menjaga persatuan, dan menggunakan ilmu secara bijak di tengah tantangan global. “Semoga refleksi ini menjadi amal bagi kita semua,” tutup Johar.