Perjalanan Muhammadiyah dalam menetapkan awal bulan Kamariah adalah cerminan dari semangat pembaruan (tajdid). Dari langkah sederhana di awal abad ke-20 hingga visi besar Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) pada 2025.
Setiap fase perkembangan mencerminkan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan komitmen untuk menyatukan umat Islam dalam satu peradaban global. Kisah ini bukan sekadar tentang perhitungan waktu, tetapi juga tentang ijtihad, persatuan, dan visi keumatan yang menembus batas geografis.
Titik awal perjalanan ini dimulai pada 1915, ketika KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, mempelopori penyusunan kalender Hijriah pertama. Bersama KH. Siradj Dahlan dan KH. Ahmad Badawi, kalender ini disusun sebagai panduan umat dalam menentukan waktu ibadah.
Meskipun tidak ada catatan spesifik tentang kriteria yang digunakan, langkah ini menandai awal dari tradisi hisab (perhitungan) yang berbasis pada ilmu falak. Inisiatif ini menjadi fondasi penting bagi perkembangan sistem penanggalan Muhammadiyah di masa mendatang.
Pada 1927, Muhammadiyah memperkenalkan kriteria imkan rukyat, yang menetapkan awal bulan Kamariah berdasarkan ketinggian bulan di atas ufuk pada sore hari ke-29. Kriteria ini mempertimbangkan kemungkinan bulan dapat dilihat, meskipun batasan ketinggiannya belum dijelaskan secara rinci.
Langkah ini menunjukkan upaya Muhammadiyah untuk mengintegrasikan pengamatan visual (rukyat) dengan pendekatan perhitungan, sekaligus menyesuaikan diri dengan keterbatasan teknologi pada masa itu.
Perkembangan signifikan terjadi pada 1937, ketika Muhammadiyah beralih ke kriteria ijtimak qabla al-ghurub. Dalam sistem ini, jika ijtimak (konjungsi bulan dan matahari) terjadi sebelum matahari terbenam, malam itu dianggap sebagai awal bulan baru. Sebaliknya, jika ijtimak terjadi setelahnya, bulan dianggap genap 30 hari.
Pendekatan ini lebih sederhana karena hanya bergantung pada waktu ijtimak tanpa mempertimbangkan posisi bulan relatif terhadap ufuk. Hal ini menunjukkan fleksibilitas Muhammadiyah dalam menyesuaikan metode hisab.
Tonggak penting berikutnya adalah pada 1939 (atau menurut beberapa sumber, 1969), ketika kriteria wujudul hilal diadopsi. Kriteria ini mensyaratkan ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam dan bulan masih berada di atas ufuk saat senja.
Dengan markaz di Yogyakarta, pendekatan wujudul hilal ini diterapkan secara konsisten untuk semua bulan Hijriah. Hal ini mencerminkan langkah Muhammadiyah menuju standarisasi yang lebih ketat dalam penentuan awal bulan.
Pada 2015, Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar menggarisbawahi kebutuhan akan penyatuan kalender Hijriah global. Majelis Tarjih dan Tajdid mulai mensosialisasikan KHGT, yang menganut prinsip ittihad al-mathali’ dengan kriteria elongasi minimal 8 derajat dan ketinggian hilal 5 derajat sebelum pukul 24.00 GMT. Inisiatif ini menandai visi Muhammadiyah untuk melampaui batas lokal menuju standar global yang inklusif.
Puncak sejarah terjadi pada 2024, ketika Musyawarah Nasional Tarjih ke-32 di Pekalongan menetapkan KHGT sebagai kalender resmi yang nantinya akan diadopsi Muhammadiyah. Keputusan ini mengukuhkan komitmen untuk menerapkan standar global yang terintegrasi.
Akhirnya, pada 2025, untuk tahun 1447 H dan seterusnya, Muhammadiyah resmi menggunakan KHGT. Langkah ini bukan hanya penyempurnaan hisab hakiki, tetapi juga wujud nyata dari semangat persatuan umat: one calendar, one ummah, one civilization.
Dari 1915 hingga 2025, perjalanan Muhammadiyah dalam menetapkan awal bulan Kamariah mencerminkan semangat tajdid yang tak pernah padam. Setiap milestone adalah bukti bahwa Muhammadiyah sedang berusaha menyatukan umat dalam harmoni global.
KHGT menjadi simbol ijtihad modern yang mengintegrasikan tradisi, ilmu pengetahuan, dan visi keumatan, membawa umat Islam menuju peradaban yang lebih terpadu.
Referensi:
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT), Yogyakarta: Gramasurya, 2025.
Susiknan Azhari, Gagasan Menyatukan Umat Islam Indonesia, dalam Ahkam: Vol. XV, No. 2, Juli 2015.
Susiknan Azhari, Kalender Islam Ke Arah Integrasi Muhammadiyah-NU, cet. 1, Yogyakarta: Museum Astronomi Islam, 2012.
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Pedoman Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009.