MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Dalam pengajian rutin pada Senin (09/06), Anggota Majelis Tabligh, Fajar Rachmadhani, menyampaikan kajian mendalam tentang bahaya sifat hasad (iri dan dengki) berdasarkan kitab Mukhtasar Minhaj Al-Qasidin karya Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi.
Dalam pemaparannya, Fajar menjelaskan bahwa hasad adalah sifat yang sangat berbahaya, sebagaimana disampaikan Rasulullah SAW, yang mengibaratkan hasad seperti api yang membakar kayu bakar, menghapus amal-amal baik seseorang.
Mengutip Ibnu Qudamah, ia memaparkan enam faktor utama yang menjadi pemicu sifat hasad: permusuhan (al-adawah), kesombongan (takabbur), kebanggaan diri (ujub), kecintaan berlebihan pada jabatan (hubb ar-riasah), jiwa yang kotor (khubts an-nafs), dan sifat kikir (bukhl).
Dari keenam faktor ini, permusuhan dan kebencian (al-baghd) disebut sebagai pemicu paling kuat.
“Permusuhan dan kebencian adalah akar utama hasad. Ketika seseorang menyakiti kita atau menyaingi tujuan kita, hati bisa terpancing untuk membenci, dan kebencian ini berujung pada kedengkian yang mendorong sikap hasad,” ujar Fajar.
Ia menegaskan bahwa hasad tidak muncul begitu saja, melainkan dipicu oleh sebab-sebab tertentu, seperti perasaan tersakiti, persaingan, atau ketidakmampuan menerima kelebihan orang lain.
Fajar menggambarkan ciri orang yang terjangkit hasad dengan contoh nyata: merasa senang saat orang lain tertimpa musibah atau merasa kesal ketika orang lain mendapatkan nikmat.
“Jika kita bahagia melihat saudara kita kena musibah, atau iri saat mereka mendapat keberkahan, itu tanda hasad sudah bersemayam di hati,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa sifat ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam, yang mendorong umatnya untuk saling mencintai dan mendoakan kebaikan.
Lebih lanjut, Fajar menyoroti sifat kesombongan sebagai salah satu pemicu hasad. Menurut Ibnu Qudamah, kesombongan muncul ketika seseorang merasa dirinya lebih baik dan tidak rela jika orang lain melebihinya dalam hal kekayaan, kekuasaan, atau keilmuan.
Ia mengutip sabda Rasulullah SAW, “Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya ada sebutir kesombongan.”
Fajar menjelaskan bahwa kesombongan dalam Islam bukan sekadar soal penampilan rapi, tetapi sikap menolak kebenaran dan merendahkan orang lain (ghamtunas). “Orang sombong takut tersaingi, sehingga hasad muncul ketika ia melihat orang lain lebih unggul,” katanya.
Fajar juga memperingatkan bahaya kecintaan pada jabatan dan pujian (hubb ar-riasah wal jah). Ia menyebutkan bahwa sifat ini sering kali mendorong seseorang untuk iri pada keberhasilan orang lain, bahkan berharap kelebihan orang lain hilang agar dirinya tetap dianggap yang terbaik.
“Ada orang yang merasa dirinya satu-satunya pakar di bidang tertentu. Ketika muncul orang lain yang lebih hebat, ia marah, bahkan berharap orang itu gagal,” ungkapnya.
Ia mengingatkan bahwa sifat ini berbahaya, terutama di kalangan ulama atau dai, yang seharusnya memiliki orientasi akhirat, bukan duniawi.
Selain itu, Fajar menyoroti jiwa yang kotor dan sifat kikir sebagai pemicu hasad. Ia membedakan antara bakhil (enggan mengeluarkan harta sendiri) dan syahih (tidak suka orang lain mendapat nikmat meski tidak mengurangi hartanya).
“Orang yang syahih merasa nikmat orang lain seakan diambil dari miliknya. Ini tanda hati yang kotor, yang sangat sulit disembuhkan,” jelasnya. Ia menekankan bahwa menyucikan hati adalah kunci untuk menghindari sifat ini.
Sebagai penutup, Fajar mengajak jamaah untuk mengubah cara pandang dari orientasi duniawi yang sempit menuju tujuan akhirat yang luas. Mengutip Ibnu Qudamah, ia menegaskan bahwa hasad sering terjadi karena persaingan untuk meraih sesuatu yang terbatas, seperti jabatan atau popularitas.
“Kalau tujuan kita adalah dunia, wajar jika hasad muncul, karena dunia ini sempit. Tapi jika tujuan kita adalah akhirat, tidak ada tempat untuk hasad, karena rahmat Allah itu luas,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga rahasia rencana atau cita-cita, merujuk pada kisah Nabi Yusuf AS yang dilarang ayahnya menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya.
“Jangan memamerkan proses, tunjukkan hasilnya. Kita tidak bisa mengontrol hati orang lain, bahkan saudara sendiri,” pesannya.
Fajar menutup kajian dengan nasihat agar umat Islam saling menasihati dalam diam, bukan mencari kesalahan di depan umum, serta menjaga hati dari sifat hasad dengan memperluas wawasan dan memperbanyak interaksi lintas komunitas.