MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Ikhwan Ahada menyampaikan ceramah yang berfokus pada makna “mukhbith” dalam Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Hajj ayat 34-35.
Bertempat di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Ahad (15/06), Ikhwan Ahada mengawali tausiahnya dengan mengajak jemaah melantunkan ayat Al-Hajj: “Fa’ilā hukum ilāhun wāḥid, falahu aslimū, wa basyiril mukhbithīn” (Maka sembahlah Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Esa, serahkan dirimu kepada-Nya, dan sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk kepada Allah).
Menurut Ikhwan, istilah “mukhbith” merujuk pada orang-orang yang tunduk kepada Allah dengan hati yang lapang dan penuh kebahagiaan. Mengutip tafsir Ibnu Katsir, ia memaparkan empat ciri mukhbith yang dirahmati Allah.
Pertama, mereka adalah orang-orang yang hatinya bergetar ketika nama Allah disebut. “Hati mereka punya frekuensi yang selaras dengan Allah. Ketika berdoa dan mengingat Allah, perbuatan mereka jauh dari maksiat,” ujarnya.
Ia mencontohkan pentingnya memulai setiap aktivitas dengan basmalah, bahkan dalam hal sederhana seperti minum kopi atau mengasuh anak, agar setiap langkah senantiasa terjaga dalam kebaikan.
Kedua, mukhbith adalah mereka yang bersabar menghadapi musibah. Ikhwan membedakan musibah jasmani, seperti kecelakaan atau kehilangan, dengan musibah rohani, seperti penyakit hati berupa sifat suka berbohong atau menggunjing.
“Musibah jasmani, jika disikapi dengan sabar, menghapus dosa dan menambah pahala. Namun, sabar pada musibah rohani, seperti terus memelihara sifat buruk, justru menambah dosa,” tegasnya. Ia mengajak jemaah untuk senantiasa mengembalikan setiap ujian kepada Allah dan mencari solusi dengan usaha sungguh-sungguh.
Ciri ketiga adalah orang yang menegakkan salat, bukan sekadar melaksanakannya, tetapi juga memakmurkan masjid dan menyebarkan nilai-nilai jemaah dalam kehidupan sehari-hari. Ikhwan menyinggung kisah Rektor UAD, Muchlas, yang dikenal sebagai muazin di masjid kampungnya, sebagai teladan nyata.
“Profesor, rektor, tapi juga muazin. Ini contoh orang yang menegakkan salat dengan penuh tanggung jawab,” ungkapnya, disambut tawa hangat jemaah. Ia juga dengan jenaka mengingatkan para pedagang, dosen, hingga pejabat agar tidak menjadikan kesibukan sebagai alasan untuk menunda salat.
Keempat, mukhbith adalah mereka yang berinfak di jalan Allah. Dengan penuh semangat, Ikhwan menjelaskan janji Allah yang akan melipatgandakan pahala infak hingga 700 kali lipat atau lebih.
“Infak seribu, Allah ganti tujuh ribu. Infak seratus ribu, jadi tujuh juta. Siapa yang tak nak?” candanya, sambil mengajak jemaah memanfaatkan kotak infak. Ia menegaskan, infak bukan soal besar-kecilnya nominal, tetapi ketulusan hati dan kebahagiaan dalam berbagi.