MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menekankan pentingnya pendataan dan penguatan fungsi masjid sebagai pusat dakwah dan pemberdayaan umat.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Bendahara Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Akhmad Arif Rifan dalam pembukaan Seminar Enumerasi Masjid Muhammadiyah “Meningkatkan Data Jaringan untuk Pemberdayaan Umat” di UMY pada Jumat (13/6).
Arif Rifan menyebut, tanpa data yang akurat dan terintegrasi, potensi besar masjid Muhammadiyah hanya akan menjadi angka-angka yang tak bermakna. Menurutnya urgensi enumerasi ini juga sejalan dengan dinamika global.
Ia merujuk pada konferensi International Mosque: Art, Architecture, and Culture yang diselenggarakan King Abdul Aziz Center for World Culture (IDRA) di Gahran, Arab Saudi, pada 2021.
Dalam forum tersebut, disebutkan bahwa jumlah masjid di dunia diperkirakan mencapai 3,5 juta unit, dengan Indonesia berada di peringkat teratas sebagai negara dengan jumlah masjid terbanyak — bahkan melebihi Maladewa dan Maroko.
Berdasarkan Sistem Informasi Masjid Kementerian Agama, hingga 2004 tercatat sebanyak 663.729 masjid di Indonesia. Sementara itu, Dewan Masjid Indonesia memperkirakan angkanya telah menembus 800.000 unit.
Lalu, bagaimana dengan masjid Muhammadiyah? Arif mengungkapkan, versi Data Amal Usaha Muhammadiyah (DAPM) menyebutkan jumlahnya sekitar 12.000 unit. Namun, data Sistem Informasi Tabligh Muhammadiyah (SITAMA) baru mencatat sekitar 2.000 masjid.
“Kesenjangan data ini harus segera diakhiri,” tegasnya. Tanpa enumerasi yang sistematis, kata Arif, Muhammadiyah akan kesulitan merancang strategi dakwah yang presisi dan berdampak luas.
Masjid Muhammadiyah sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat
Ia juga mengingatkan sejarah awal Islam yang menempatkan masjid sebagai fondasi pembangunan masyarakat. Masjid kala itu bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan, musyawarah, pelayanan sosial, dan bahkan pertahanan.
Semangat yang sama juga diungkapkan oleh Mukhlis Rahmanto, perwakilan Direktorat Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (DAIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang turut membuka secara resmi kegiatan seminar ini.
“Kita membutuhkan sistem informasi masjid yang valid sebagai basis pengelolaan dan pengembangan masjid di lingkungan Persyarikatan secara lebih terukur dan terarah,” ujar Mukhlis.
Ia menambahkan, tanpa data yang valid, strategi pembangunan dan pemberdayaan masjid akan sulit dirancang secara efektif dan efisien.
“Di banyak tempat, berbagai elemen umat Islam telah mengupayakan agar masjid menjadi pusat transformasi sosial dan gerakan dakwah. Muhammadiyah harus mengambil peran strategis ini,” ujarnya.
Mukhlis pun menyampaikan apresiasi kepada Majelis Tabligh PP Muhammadiyah atas sinergi yang terus dibangun bersama pihak kampus.
“Semoga ini menjadi titik awal dari pembenahan besar peran masjid Muhammadiyah dalam kehidupan umat,” pungkasnya.