Mayoritas ulama (jumhur) sepakat mendukung konsep matlak global (ittihād al-mathāli’). Bumi dipandang sebagai satu matlak. Dengan kata lain, penyatuan penentuan awal bulan hijriah berdasarkan rukyat hilal di satu wilayah untuk seluruh umat Islam di dunia.
Informasi di atas berdasarkan paparan pakar falak klasik Arwin Juli Rakhmadi Buta-butar dalam tulisannya di situs Oberservatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU) pada Senin (09/06).
Pendapat tentang kesatuan matlak ini didukung oleh berbagai literatur ensiklopedi fikih kontemporer yang merujuk pada pandangan lintas mazhab. Dalam kajiannya, Arwin merujuk pada empat ensiklopedi fikih terkemuka: al-Mausū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, Kitāb al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Arba’ah, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, dan al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Khamsah.
Dalam al-Mausū’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, disebutkan bahwa jumhur ulama berpandangan perbedaan matlak (ikhtilaf al-mathla’) tidak dipertimbangkan. Ketika hilal telah terlihat di suatu wilayah, maka hal itu mengikat seluruh umat Islam. Ensiklopedi ini mencatat:
“ذهب الجمهور إلى أنه لا عبرة باختلاف المطالع، وهناك من قال باعتبارها، وخاصة بين الأقطار البعيدة، فقد قال الحنفية في هذه الحالة بأنه لكل بلد رؤيتهم، وأوجبوا على الأمصار القريبة اتباع بعضها بعضا … والمعتمد الراجح عند الحنفية أنه لا اعتبار باختلاف المطالع فإذا ثبت الهلال في مصر لزم سائر الناس فيلزم أهل المشرق برؤية أهل المغرب في ظاهر المذهب”
“Jumhur ulama berpandangan bahwa perbedaan matlak tidak dipandang, betapapun ada yang mengatakan memandangnya, khususnya antar wilayah yang jauh. Dalam hal ini kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa tiap-tiap negeri berlaku rukyat mereka, wajib bagi kawasan yang dekat mengikuti sebagian wilayah dengan sebagian wilayah lainnya… dan yang muktamad lagi rajih di kalangan Hanafiyah adalah bahwa perbedaan matlak tidak dipandang, tatkala hilal telah definitif di Mesir maka hal itu memestikan seluruh manusia (umat Islam), memestikan penduduk timur menggunakan rukyat penduduk barat menurut zahir mazhab” (hlm. 35-36).
Kalangan Malikiyah juga mendukung matlak global, menyatakan wajib berpuasa bagi seluruh umat Islam ketika hilal terlihat di satu tempat. Ensiklopedi ini menyebut:
“وقال المالكية بوجوب الصوم على جميع أقطار المسلمين إذا رئي الهلال في أحدها”
“Dan menurut Malikiyah wajib berpuasa untuk semua kawasan umat Islam tatkala hilal telah terlihat di salah satu tempat” (hlm. 36).
Namun, ada pendapat lain di kalangan Malikiyah, seperti yang dikemukakan Al-Qarafi, yang mempertimbangkan perbedaan matlak untuk wilayah yang sangat jauh.
Sebaliknya, kalangan Syafi’iyah tegas menganut matlak lokal berdasarkan hadis Kuraib, dengan pernyataan:
“وعمل الشافعية باختلاف المطالع فقالوا: إن لكل بلد رؤيتهم وإن رؤية الهلال ببلد لا يثبت بها حكمه لما بعد عنهم، كما صرح بذلك النووي”
“Dan telah mempraktikkan Syafi’iyah matlak lokal, mereka berkata: sesungguhnya tiap-tiap negeri berlaku rukyat mereka masing-masing, dan bahwa rukyat hilal di suatu negeri hukumnya tidak memestikan negeri yang jauh dari mereka, sebagaimana telah dijelaskan oleh An-Nawawi” (hlm. 36).
Sementara itu, Hanabilah menegaskan matlak global berdasarkan hadis Rasulullah SAW:
“وقال الحنابلة بعدم اعتبار اختلاف المطالع، وألزموا جميع البلاد بالصوم إذا رؤي الهلال في بلد. واستدل القائلون بعدم اعتبار اختلاف المطالع بحديث رسول الله صلى الله عليه وسلم صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته”
“Kalangan Hanabilah menyatakan perbedaan matlak tidak dipandang, maka memestikan seluruh negeri untuk berpuasa apabila hilal telah terlihat di suatu negeri. Orang-orang yang mengatakan ketiadaan dipertimbangkannya perbedaan matlak berargumen dengan hadis Rasul SAW ‘puasalah kalian karena melihat hilal dan berhari raya karena melihat hilal’” (hlm. 37).
Dalam Kitāb al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Arba’ah karya ‘Abd al-Rahman al-Jaziry, disebutkan bahwa tiga mazhab (Hanafi, Maliki, Hanbali) mendukung matlak global, kecuali Syafi’i:
“إذا ثبت رؤية الهلال بقطر من الأقطار وجب الصوم على سائر الأقطار، لا فرق بين القريب من جهة الثبوت والبعيد إذا بلغهم من طريق موجب للصوم. ولا عبرة باختلاف مطلع الهلال مطلقا، عند ثلاثة من الأئمة وخالف الشافعية”
“Apabila keterlihatan hilal telah definitif di suatu tempat maka wajib berpuasa atas seluruh wilayah, tidak ada perbedaan antara dekat dan jauh dari segi ketetapannya, apabila telah sampai (berita keterlihatan hilal) kepada mereka (umat Islam) dengan metode yang pasti maka berpuasa. Selanjutnya perbedaan terbit hilal secara mutlak tidak dipandang menurut tiga imam (mazhab), berbeda dengan kalangan Syafi’iyah” (1/422).
Syaikh Wahbah az-Zuhaily dalam al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu menegaskan matlak global sebagai pendapat jumhur, dengan menyatakan:
“ففي رأي الجمهور يوحد الصوم بين المسلمين ولا عبرة باختلاف المطالع”
“Maka dalam pendapat jumhur, disatukan (diunifikasi) puasa di kalangan umat Islam, dalam hal ini tidak ada perbedaan matlak” (2/605). Ia menambahkan bahwa unifikasi penentuan awal bulan penting untuk persatuan umat Islam.
Terakhir, al-Fiqh ‘alā al-Madzāhib al-Khamsah karya Jawwad Mughniyah menegaskan dukungan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah terhadap matlak global:
“قال الحنفية والمالكية والحنابلة: متى ثبت رؤية الهلال بقطر يجب على أهل سائر الأقطار من غير فرق بين القريب والبعيد ولا عبرة باختلاف مطلع الهلال”
“Berkata Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah: tatkala keterlihatan hilal telah definitif di suatu wilayah maka wajib untuk semua penduduk tanpa ada perbedaan dekat dan jauh, demikian lagi tidak dipandang perbedaan matlak hilal” (1/260-261).
Berdasarkan paparan Arwin di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan matlak global selaras dengan Kriteria Hilal Global Tunggal (KHGT) yang diusung Muhammadiyah. KHGT ini bertujuan menyatukan ibadah umat Islam secara global berdasarkan rukyat hilal di satu wilayah.
Referensi:
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, “Matlak dalam Literatur Ensiklopedi Fikih”, https://oif.umsu.ac.id/2025/06/matlak-dalam-literatur-ensiklopedi-fikih/, diakses pada Jumat, 13 Juni 2025.