MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Dalam khutbah Jumat (6/6) di Masjid KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mukhlis Rahmanto, menekankan bahwa Iduladha bukan semata-mata ritual penyembelihan hewan.
Mukhlis menegaskan bahwa iduladha merupakan momen spiritual yang mengajak umat Islam untuk menyembelih ego, menumbuhkan solidaritas sosial, serta menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari.
Mukhlis mengingatkan bahwa bulan Zulhijah adalah salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam, dan perayaan Iduladha yang diperingati setiap tahun sejatinya merupakan perwujudan dari pengorbanan agung Nabi Ibrahim dan ketundukan putranya, Nabi Ismail.
Namun, ia menegaskan, inti dari pengorbanan itu adalah nilai ketakwaan dan kepekaan sosial, bukan sekadar prosesi ritual semata.
Mengutip ayat Al-Qur’an, “Layanal-lāha luhūmuhā wa lā dimā’uhā wa lākin yanaluhut-taqwā minkum” (QS. Al-Hajj: 37), Mukhlis menegaskan bahwa yang sampai kepada Allah bukan daging dan darah hewan kurban, melainkan ketakwaan.
Dalam konteks ini, ia menyoroti bahwa Islam menuntut dampak sosial dari setiap ibadah yang dilakukan, mulai dari empati hingga kepedulian terhadap sesama.
Khutbah yang disampaikan Mukhlis juga menyinggung relevansi antara ibadah dan realitas sosial umat. Ia mengutip surat Al-Ma’un yang secara tegas mengaitkan keimanan seseorang dengan kepeduliannya terhadap yatim dan miskin.
“Tahukah kalian siapa pendusta agama? Yakni orang yang menghardik anak yatim dan enggan memberi makan orang miskin,” ucapnya.
Dari ayat ini, Mukhlis mengajak jamaah merenung apakah selama ini sudah peduli terhadap tetangga yang kesusahan, anak yatim, korban bencana, atau masyarakat miskin di sekitar kita.
“Iduladha adalah perayaan kemanusiaan. Islam tidak hanya mendorong ibadah individual, tetapi juga membentuk masyarakat yang saling menguatkan dan mencintai,” tegasnya.
Ia lalu mengutip sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa perumpamaan orang-orang beriman adalah seperti satu tubuh: jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan nyeri.
Lebih lanjut, Mukhlis mengajak jamaah untuk menyembelih egoisme dan keangkuhan sosial. Dalam situasi dunia yang tengah dilanda krisis kemanusiaan, konflik, dan ketimpangan, Iduladha seharusnya menjadi alarm moral untuk tidak tenang saat orang lain di sekitar kita hidup dalam kekurangan.
“Tidak boleh ada kemewahan yang menindas kemiskinan,” ujarnya.
Ia juga menyinggung surah Al-Hasyr ayat 9 yang mengajarkan pentingnya mendahulukan orang lain, meskipun diri sendiri dalam kesempitan.
Di akhir khutbah, Mukhlis berdoa agar Iduladha kali ini tidak berhenti sebagai rutinitas tahunan, tetapi menjadi titik balik bagi umat Islam untuk memperkuat persaudaraan, memperluas kepedulian, dan menumbuhkan kasih sayang dalam kehidupan sosial.
“Islam adalah agama rahmat, dan rahmat itu hanya akan hadir bila kita menghadirkan cinta kasih di antara sesama kita,” pungkasnya.