MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ustadzah Iva Fauziyah, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, menyampaikan kajian di Masjid KH Sudja, Yogyakarta, pada Jumat (27/06). Dalam kajian bertema keutamaan bulan Muharram ini, beliau mengajak muslimah, untuk menjadikan bulan ini sebagai momentum transformasi diri menuju kebaikan.
Ustadzah Iva menjelaskan bahwa Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram (suci) dalam Islam, bersama Zulkadah, Zulhijah, dan Rajab. “Muharram bukan sekadar pergantian tahun, tetapi titik awal untuk bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik dengan meninggalkan perbuatan maksiat,” ujarnya.
Beliau mengutip sabda Ibnu Abbas, sahabat Rasulullah SAW, yang menyatakan bahwa kebaikan di bulan Muharram akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah SWT. Namun, ia juga mengingatkan bahwa perbuatan buruk yang dilakukan dengan sengaja di bulan ini akan mendapat balasan yang berlipat pula.
Bulan Muharram juga menjadi saksi sejumlah peristiwa penting dalam sejarah Islam. Ustadzah Iva menyebutkan, pada 10 Muharram, tobat Nabi Adam AS diterima oleh Allah SWT setelah melanggar larangan-Nya.
Selain itu, pada tanggal yang sama, Nabi Nuh AS dan kaumnya diselamatkan dari banjir besar dengan mendarat di Bukit Judi. Peristiwa lain adalah keselamatan Nabi Musa AS dari kejaran Firaun.
“Semua peristiwa ini menunjukkan inti dari Muharram, yaitu perubahan, revolusi, evaluasi, dan muhasabah untuk menjadi lebih baik,” tegasnya.
Salah satu amalan utama di bulan Muharram adalah puasa, khususnya pada tanggal 9 (Tasua) dan 10 (Asyura). Ustadzah Iva menjelaskan bahwa puasa Asyura awalnya dilakukan oleh kaum Yahudi untuk memperingati keselamatan Nabi Musa AS.
Rasulullah SAW kemudian memerintahkan umat Islam untuk turut berpuasa, bahkan menambahkan puasa pada tanggal 9 untuk membedakan tradisi umat Islam dari kaum Yahudi.
“Puasa 10 Muharram memiliki keutamaan besar, yaitu dapat menghapus dosa-dosa kecil setahun yang lalu, dengan catatan dosa tersebut bukan dosa yang melibatkan hak orang lain,” ungkapnya.
Amalan bagi Muslimah yang Tidak Bisa Berpuasa
Menyadari bahwa tidak semua muslimah dapat berpuasa, misalnya karena haid, Ustadzah Iva menawarkan alternatif amalan yang tetap mendatangkan pahala.
Pertama, melapangkan nafkah, yaitu memberikan sesuatu kepada yang berhak dengan penuh kelonggaran dan tanpa kikir, baik dalam bentuk harta, keahlian, atau tenaga.
Kedua, memperbanyak sedekah kapan pun dan di mana pun, dengan niat ikhlas.
Ketiga, memperbarui taubat melalui muhasabah dan kesabaran dalam menghadapi ujian.
“Taubat itu sulit, apalagi memperbarui taubat. Kita harus menyadari kesalahan diri sendiri, bukan malah menyalahkan orang lain,” ujarnya.
Beliau juga menekankan pentingnya tazkiyatun nufus (penyucian jiwa) dengan memperbanyak zikir, istigfar, dan selawat. “Zikir yang diucapkan dengan hati, seperti ‘Allahu Akbar’ atau ‘Astagfirullahalazim’, dapat menenangkan jiwa. Allah berjanji, ‘Dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang’,” tambahnya, mengutip Al-Qur’an.
Ustadzah Iva juga mengingatkan bahaya dosa sosial, seperti menggunjing, menghujat, atau menyebarkan kebencian melalui media sosial. “Media sosial bisa menjadi gosip nasional jika kita tidak bijak. Mengikuti ujaran kebencian atau menghujat orang lain hanya akan mengotori hati kita,” tegasnya.
Ia menyoroti pentingnya muhasabah untuk menghilangkan kesombongan, yang menjadi akar dari berbagai dosa, seperti hasad (iri dengki) dan penolakan terhadap kebenaran.
Beliau mengutip kisah Rasulullah SAW yang tetap sabar meski dihina dan disakiti di Thaif, sebagai teladan bahwa kesabaran adalah kunci meraih rahmat Allah.
“Sabar itu mahal, tidak semua orang bisa istikamah dalam kesabaran. Tapi Allah berjanji memberikan kemudahan bagi orang-orang yang sabar,” ujarnya, merujuk pada Surah Al-Insyirah: “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
Menutup kajian, Ustadzah Iva mengajak jamaah untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan Rasulullah SAW sebagai teladan.
“Al-Qur’an adalah manual book kehidupan kita. Rasulullah adalah contoh nyata bagaimana manusia biasa bisa mencapai akhlak mulia. Mari kita transformasi diri di Muharram ini dengan meninggalkan maksiat, memperbanyak zikir, selawat, dan muhasabah,” pungkasnya.