Salat Iduladha adalah momen suci yang dinanti umat Islam setiap tahun. Sebagai bagian dari ibadah, menuju lapangan salat Iduladha tidak hanya sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang mencerminkan adab mulia seorang Muslim.
Rasulullah SAW telah memberikan teladan melalui sunnah-sunnahnya, mengajarkan kita untuk mempersiapkan diri dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Berikut adalah adab-adab menuju lapangan salat Iduladha beserta dalil-dalilnya.
- Berhias dengan Pakaian Bagus dan Wangi-wangian
Salah satu adab utama menuju salat Iduladha adalah berpenampilan rapi dan mempersiapkan diri dengan berhias. Baik laki-laki maupun perempuan dianjurkan untuk mengenakan pakaian terbaik yang mereka miliki, tidak harus mahal, tetapi bersih, rapi, dan mencerminkan kekhidmatan hari raya.
Selain itu, memakai wangi-wangian secara wajar turut menambah kesan suci dan meriah dalam menyambut hari besar ini.
Dalil yang mendukung adab ini diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, yang menyatakan:
عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَلْبَسُ بُرْدَ حِبَرَةٍ فِي كُلِّ عِيدٍ (رواه الشافعي)
“Nabi SAW selalu memakai burda (kain wol bercorak buatan Yaman) pada setiap hari raya.” (HR. Asy-Syafi’i dalam Musnad asy-Syafi’i).
Selain itu, hadis lain dari Zaid bin al-Hasan bin Ali dari ayahnya menegaskan:
عَنْ زَيْدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِي عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْعِيدَيْنِ أَنْ نَلْبِسَ أَجْوَدَ مَا نَجِدُ وَأَنْ نَتَطَيَّبَ بِأَجْوَدِ مَا نَجِدُ… (رواه الحاكم)
“Rasulullah SAW memerintahkan kami pada dua hari raya untuk memakai pakaian terbaik yang ada, memakai wangi-wangian terbaik yang ada…” (HR. Al-Hakim dalam al-Mustadrak, IV: 256).
Adab ini mengajarkan bahwa keindahan lahiriah mencerminkan kegembiraan batin dalam menyambut hari raya. Pakaian rapi dan wangi-wangian menjadi simbol syukur atas nikmat Allah dan penghormatan terhadap keagungan ibadah Iduladha.
- Tidak Makan Sejak Fajar hingga Selesai Salat Iduladha
Berbeda dengan Idulfitri, pada hari Iduladha umat Islam dianjurkan untuk tidak makan sejak fajar hingga selesai melaksanakan salat. Hikmah dari adab ini adalah untuk mempersiapkan diri menikmati daging kurban segera setelah salat, sebagai wujud syukur atas nikmat kurban yang telah Allah karuniakan.
Hal ini berdasarkan hadis dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ (رواه الترمذي)
“Rasulullah SAW pada hari Idulfitri tidak keluar sebelum makan, dan pada hari Iduladha tidak makan sehingga selesai salat.” (HR. At-Tirmizi).
Adab ini memiliki makna mendalam. Jika pada Idulfitri makan sebelum salat menegaskan bahwa hari itu bukan lagi hari puasa, pada Iduladha menahan makan hingga selesai salat mencerminkan antisipasi untuk menikmati daging kurban, yang merupakan inti dari perayaan ini.
- Berangkat dengan Berjalan Kaki dan Pulang melalui Jalan Lain
Rasulullah SAW menganjurkan untuk berangkat menuju salat Iduladha dengan berjalan kaki, jika memungkinkan, dan pulang melalui jalan yang berbeda dari jalan saat berangkat. Adab ini mencerminkan untuk memperbanyak interaksi dengan sesama Muslim serta menyebarkan kebaikan di hari raya.
Dalilnya diriwayatkan dari Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi’, dari ayahnya, dari kakeknya:
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْتِي الْعِيدَ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ فِي غَيْرِ الطَّرِيقِ الَّذِي ابْتَدَأَ فِيهِ (رواه ابن ماجه)
“Nabi SAW mendatangi salat Id dengan berjalan kaki dan pulang melalui jalan lain dari yang dilaluinya ketika pergi.” (HR. Ibnu Majah).
Berjalan kaki menunjukkan kesederhanaan dan kesempatan untuk bertemu serta menyapa sesama Muslim, sementara memilih jalan berbeda saat pulang dapat melambangkan pembaruan semangat dan niat setelah melaksanakan ibadah.
- Salat Iduladha Dihadiri oleh Semua Umat Islam
Iduladha adalah hari besar yang menyatukan umat Islam dalam kebersamaan dan kegembiraan. Oleh karena itu, salat Iduladha dianjurkan dihadiri oleh seluruh umat Islam, termasuk laki-laki, perempuan, anak-anak, hingga perempuan yang sedang haid.
Dalilnya berasal dari Ummu Athiyah al-Anshariyah:
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الْأَنْصَارِيَّةِ قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الْمُصَلَّى وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَالدَّعْوَةَ مَعَ الْمُسْلِمِينَ (رواه أحمد)
“Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk menyertakan gadis remaja, wanita yang sedang haid, dan wanita pingitan. Adapun wanita yang sedang haid tidak memasuki lapangan tempat salat, tetapi menyaksikan kebaikan hari raya dan dakwah yang disampaikan khatib bersama kaum Muslimin.” (HR. Ahmad).
Adab ini menegaskan bahwa Iduladha adalah momen inklusif yang mengajak seluruh umat Islam untuk turut merasakan keberkahan, mempererat ukhuwah, dan mendengarkan pesan-pesan kebaikan dari khutbah. Kehadiran semua golongan menunjukkan semangat persatuan dan kebersamaan dalam menyambut hari raya.
Adab-adab menuju lapangan salat Iduladha ini cerminan dari keimanan, syukur, dan keikhlasan seorang Muslim. Dengan berhias rapi dan wangi, menahan diri dari makan hingga selesai salat, berjalan kaki dengan penuh kerendahan hati, dan mengajak seluruh umat untuk turut hadir, kita menghidupkan sunnah Rasulullah SAW sekaligus memperkuat ikatan spiritual dan sosial.
Semoga setiap langkah menuju lapangan salat Iduladha menjadi wujud pengabdian kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).