MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Dalam Al Qur’an Surat Abasa ayat 24 dan 25 menyebutkan tentang pangan dan air hujan, di mana kedua entitas itu saat ini dan ke depan menjadi komoditas yang paling berharga bagi umat manusia.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Agung Danarto pada Kamis (22/5) dalam acara Kick Off Jambore Nasional (Jamnas) I Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM) di Kantor PP Muhammadiyah.
Di hadapan JATAM se-Indonesia secara daring itu Agung menyebutkan, Al Qur’an tak hanya sebagai Kitab Suci yang sakral namun juga sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan – isinya bukan hanya tentang hukum fikih saja.
Salah satu ayat yang bisa dijadikan sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat manusia, tidak hanya umat Islam saja itu adalah Surat Abasa ayat 24 dan 25. Kedua ayat tersebut relevan dengan masalah yang dihadapi oleh kemanusiaan kini dan masa depan.
“Masalah pangan ini menjadi tantangan yang dihadapi oleh manusia di masa sekarang, bahkan di masa depan juga. Masalah pangan ini juga bisa menjadi pemicu terjadinya perang lintas negara,” katanya.
Oleh karena itu dalam konteks pangan, Muhammadiyah melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dan stakeholder terkait mendorong untuk kembali diwujudkannya kedaulatan pangan sehingga paling tidak bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri dahulu.
“Sehingga daulat pangan itu sesuatu hal yang harus diusahakan dan harus senantiasa diperjuangkan. Sehingga apa yang dilakukan MPM dan Jamaah Tani Muhammadiyah adalah upaya untuk menyiapkan daulat pangan, ketersediaan, dan ketercukupan pangan pangan untuk umat manusia dan seluruh makhluk hidup,” katanya.
Merujuk beberapa data, Agung menyampaikan bahwa kondisi ketersediaan pangan di Indonesia hanya bisa mencukupi tidak sampai satu bulan. Maka jika produksi pangan berhenti, karena konflik atau faktor alam dampaknya adalah kelaparan yang begitu dalam.
Tujuh Isu Pangan Kini dan ke Depan
Dalam urusan pangan kini dan dalam beberapa waktu ke depan setidaknya memiliki tujuh isu yang harus segera ditemukan solusinya. Pertama, perubahan iklim yang menimbulkan iklim tidak menentu kemudian berdampak pada kalender tanam petani.
Isu kedua adalah krisis air. Ketika musim kemarau tiba, bumi ini mengalami defisit air tawar yang sangat curam. Padahal lebih dari 70 persen air tawar di dunia ini dialokasikan penggunaanya untuk kebutuhan pertanian dalam produksi pangan.
Berkaca dari suksesnya beberapa negara dengan topografi kering namun berhasil mengembangkan pertaniannya dengan sistem efektif dan efisien, Agung mendorong adanya alih teknologi sistem tetes yang digunakan di sana. Sebab, meskipun Indonesia sebagai negara tropis, namun ke depan kelangkaan air juga menjadi masalah di Indonesia.
Isu yang selanjutnya, atau yang ketiga adalah ketergantungan impor pangan yang masih terus berlangsung yang masih tinggi. Situasi ini menjadikan sebuah negara tidak stabil, karena bergantung dengan negara lain.
Tentang ini, Muhammadiyah juga mendorong dihidupkannya kembali diversifikasi pangan di Indonesia. Artinya makanan pokok tidak hanya beras, tapi makanan pokok dapat diubah ke yang lain.
Isu keempat adalah revolusi teknologi pertanian, sebab sampai sekarang teknologi pertanian yang digunakan oleh para petani di Indonesia masih sangat sederhana. Revolusi teknologi pertanian selain untuk meningkatkan produksi, juga untuk menjadi daya pikat bagi generasi muda untuk ikut bertani.
Kelima adalah isu degradasi lahan dan polusi pertanian. “Polusi pertanian kalau awal pupuk diperkenalkan memang bisa meningkatkan produktivitas. Tapi ternyata setelah pupuk kimia sekian tahun dipakai, produktivitas semakin menurun. karena lahannya teracuni oleh sisa-sisa polusi pupuk itu,” katanya.
Keenam, proses urbanisasi yang terjadi dari masyarakat desa ke kota dan generasi muda yang enggan bertani. Siklus sosiologis ini menjadi faktor berkurangnya tenaga produktif di sektor pertanian. Saat ini mayoritas petani Indonesia adalah kelompok usia X dan Baby Boomers.
Isu ketujuh atau yang terakhir adalah konflik geopolitik dan rantai pasok global. Terjadinya konflik atau perang senjata di Timur Tengah dan belahan bumi lainnya, maupun perang dagang yang terjadi di antara Amerika dengan Cina akan berdampak ke negara lain, termasuk Indonesia.