Dalam kehidupan bermasyarakat, pelaksanaan proyek sering menjadi bagian penting dari pembangunan. Namun, tidak jarang muncul pertanyaan mengenai status hukum sisa dana proyek setelah seluruh pekerjaan selesai sesuai spesifikasi, volume, dan ukuran sebagaimana tertuang dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Apakah sisa dana tersebut halal untuk digunakan, ataukah haram karena dianggap bukan hak pelaksana? Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita telaah dari perspektif syariat Islam dengan merujuk pada Al-Qur’an, hadis, dan kaidah fiqhiyah.
Secara umum, pelaksanaan proyek dapat dilakukan melalui dua cara: swakelola dan pemborongan.
Swakelola adalah pengadaan barang atau jasa yang direncanakan, dikerjakan, dan diawasi langsung oleh instansi penanggung jawab anggaran, seperti kementerian, lembaga, atau dinas. Sebaliknya, pemborongan melibatkan pihak ketiga, baik perorangan maupun badan usaha, yang mengerjakan proyek secara borongan berdasarkan kontrak tertentu.
Kedua model ini memiliki implikasi berbeda terhadap status sisa dana proyek.
Dalam praktiknya, sisa dana dapat terjadi karena perbedaan antara anggaran yang direncanakan dalam RAB dan biaya aktual di lapangan. Misalnya, harga bahan di pasaran ternyata lebih murah dari perkiraan, sehingga anggaran tidak terserap sepenuhnya.
Pertanyaan krusial adalah: siapa yang berhak atas sisa dana tersebut?
Sisa Dana pada Proyek Swakelola
Jika proyek dilaksanakan secara swakelola, maka sisa dana tetap menjadi milik pihak yang mendanai proyek, yaitu penguasa anggaran. Menggunakan sisa dana tersebut tanpa izin merupakan perbuatan batil, yang dalam syariat Islam dianggap haram. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ…
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah [2]: 188).
Kata batil dalam ayat ini merujuk pada setiap cara pengelolaan harta yang tidak sesuai dengan syariat, termasuk menggunakan dana proyek tanpa izin dari pemiliknya. Dalam konteks ini, sisa dana proyek swakelola tidak boleh digunakan oleh pelaksana tanpa persetujuan pihak yang mendanai, karena hal tersebut melanggar prinsip keadilan dan amanah.
Kaidah fiqhiyah yang relevan dalam kasus ini berbunyi:
لَا يَجُوْزُ لِأَحَدٍ أَن يَتَصَرَّفَ فِي مِلْكِ اْلغَيْرِ بِلَا إِذْنِهِ
“Seseorang tidak dibenarkan mengelola harta orang lain tanpa izin dari pemiliknya.”
Kaidah ini menegaskan bahwa pengelolaan harta, termasuk sisa dana proyek, hanya boleh dilakukan dengan izin eksplisit dari pemilik. Tanpa adanya kesepakatan awal yang mengizinkan pelaksana untuk menggunakan sisa dana, maka dana tersebut haram untuk dimanfaatkan.
Sisa Dana pada Proyek Pemborongan
Lain halnya jika proyek dilaksanakan oleh pemborong. Dalam sistem pemborongan, pemborong bertanggung jawab menyelesaikan proyek sesuai kontrak dengan imbalan tertentu. Jika pekerjaan selesai sesuai spesifikasi dan masih ada sisa dana, maka sisa tersebut menjadi keuntungan pemborong, yang hukumnya halal, selama tidak ada unsur kecurangan, penipuan, atau adl-dlarar (unsur yang membahayakan atau merugikan pihak lain).
Allah SWT mengingatkan tentang pentingnya kejujuran dalam transaksi, sebagaimana firman-Nya:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ. الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. Al-Mutaffifin [83]: 1-3).
Hadis Nabi SAW juga menegaskan larangan terhadap penipuan. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
“Barang siapa yang menipu, maka ia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim).
Selain itu, prinsip tidak bolehnya adl-dlarar dijelaskan dalam hadis berikut:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh membuat kemadharatan dan tidak boleh pula membalas kemadharatan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Dengan demikian, sisa dana pada proyek pemborongan menjadi hak pemborong sepanjang pekerjaan dilakukan dengan jujur, tanpa manipulasi, dan tidak merugikan pihak lain.
Kesimpulan
Hukum sisa dana proyek bergantung pada model pelaksanaannya.
Pertama, pada proyek swakelola, sisa dana adalah milik penguasa anggaran, dan penggunaannya tanpa izin dianggap haram karena termasuk memakan harta secara batil.
Kedua, pada proyek pemborongan, sisa dana menjadi keuntungan pemborong dan halal untuk digunakan, dengan syarat tidak ada kecurangan, penipuan, atau unsur yang merugikan.
Dalam setiap urusan, Islam mengajarkan kita untuk menjaga amanah dan kejujuran. Sebagaimana firman Allah SWT:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.” (QS. An-Nisa [4]: 58).
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Hukum Sisa Dana/Uang dari Pelaksanaan Sebuah Proyek”, Majalah Suara Muhammadiyah No 21 Tahun 2018.