MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Dalam kajian di Masjid KH Sudja, Yogyakarta, psikolog Alifa Fadia Ainaya menyoroti pentingnya peran keluarga sebagai benteng utama melindungi anak dari ancaman pelecehan seksual.
Mengacu pada kasus viral “fantasi sedarah” yang sempat menghebohkan media sosial, Alifa mengajak para ibu untuk membangun lingkungan rumah yang aman dan memberikan edukasi seksual sesuai usia anak berdasarkan nilai-nilai Islam.
Alifa memulai kajian dengan menggambarkan kengerian kasus “fantasi sedarah” yang melibatkan ayah melakukan pelecehan terhadap anak perempuannya sendiri.
“Rumah seharusnya tempat pulang yang aman, tapi bisa jadi tempat yang menakutkan jika kita abai,” ujarnya, menekankan bahwa kasus ini menjadi pengingat akan urgensi kewaspadaan orang tua.
Ia menyebutkan, minimnya edukasi seksual sejak dini, kurangnya rasa aman anak untuk berbicara dengan orang tua, normalisasi konten seksual di internet, dan lemahnya pengawasan lingkungan anak menjadi akar masalah yang memungkinkan kasus semacam ini terjadi.
Menurut Alifa, tugas orang tua bukan hanya memenuhi kebutuhan fisik anak, seperti makanan dan pendidikan, tetapi juga menjaga fitrah anak yang suci sejak lahir, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, Surah Ar-Rum ayat 30.
“Fitrah anak adalah amanah dari Allah. Tugas kita menjaga kemurnian fisik, jiwa, dan akhlak mereka dengan kasih sayang dan perhatian yang tepat,” katanya.
Ia memperingatkan bahwa memanjakan anak tanpa menanamkan adab dan akhlak dapat menghambat kemandirian dan perkembangan optimal anak.
Alifa menekankan pentingnya komunikasi terbuka agar anak merasa rumah sebagai tempat aman untuk berbagi.
“Jika anak cerita, dengarkan tanpa menghakimi. Respon seperti ‘ah, masa sih’ bisa mematahkan kepercayaan mereka,” jelasnya.
Ia juga menggarisbawahi perlunya edukasi seksual sesuai usia. Untuk balita (0-6 tahun), orang tua dapat mengenalkan nama anggota tubuh dengan benar, konsep aurat, dan batasan sentuhan. Pada usia sekolah dasar, fokus pada hak atas tubuh dan menjaga kehormatan.
Sementara untuk remaja, edukasi mencakup pemahaman perubahan fisik, menjaga pandangan, dan penguatan iman untuk menghindari zina, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 32.
Dalam konteks digital, Alifa meminta orang tua mengawasi aktivitas online anak, termasuk konten yang diakses dan interaksi di media sosial.
“Dunia digital bisa jadi sarang pelecehan jika tak dibimbing. Ajarkan etika digital, seperti menjaga data pribadi dan menolak ajakan orang asing,” ujarnya.
Ia juga menyarankan penggunaan cerita Islami dan lagu sederhana untuk menyampaikan edukasi secara menarik, serta melibatkan keluarga besar dan tetangga untuk menciptakan lingkungan sosial yang aman.
Kajian ditutup dengan sesi tanya jawab, di mana seorang peserta bertanya tentang cara menjelaskan batasan sentuhan kepada anak SD dalam konteks Islam.
Alifa menjawab, “Gunakan bahasa sederhana, jujur, dan sopan. Jelaskan bahwa Islam mengajarkan menjaga batasan, termasuk dengan lawan jenis, untuk melindungi kehormatan. Untuk ayah, hindari sentuhan di area sensitif setelah anak memasuki usia SD, seperti ciuman di bibir, dan ganti dengan ciuman di kening.”
Kajian ini menjadi panggilan bagi orang tua untuk tidak hanya melindungi anak secara fisik, tetapi juga menanamkan iman dan akhlak sebagai perisai dari ancaman pelecehan seksual, dimulai dari rumah sebagai fondasi utama.