MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALAYSIA – Sanggar Bimbingan yang dikelola oleh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PCIM-A) Malaysia didorong berperan lebih aktif untuk mencerdaskan anak-anak Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini ketika silaturahmi dengan PCIM-A Malaysia di Ruhama, Gombak, Kuala Lumpur, Malaysia pada Senin (5/5).
“Problemnya juga sangat amat banyak, kami tahu, kami juga mendapat laporan dan informasi. Tapi itu adalah bagian dari dakwah kita,” katanya.
Tentang eksistensi Sanggar Bimbingan yang dikelola oleh PCIM-A, Noordjannah meminta secara khusus supaya memberikan akses dan kemudahan untuk belajar bagi anak-anak PMI di Malaysia yang sejauh ini masih mengalami kesulitan akses pendidikan formal.
“Mungkin pemerintah belum bisa atau belum sampai untuk menyentuh mereka. Itu tidak apa-apa. Kita Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah harus menyapa mereka, saudara-saudara kita yang mereka harus hadir di sini untuk sebuah kepentingan kehidupan,” harap Noordjannah.
Untuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak PMI di Malaysia, terlebih bagi mereka yang tidak berdokumen resmi tentu memiliki tantangan tersendiri. Namun dirinya yakin jika itu dilakukan dengan kebersamaan dan saling menjaga, akan bisa dilaksanakan.
“Keluarga sakinah kita harus kita rawat sedemikian rupa, karena itu pondasi kita. Baik ketika kita berada di Malaysia, maupun di tempat-tempat lain. Itu yang menjadi agenda kita, karena problem keluarga saat ini sungguh sangat luar biasa,” tuturnya.
Kembali dia mengajak kader-kader Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Malaysia untuk menyapa anak-anak PMI yang mengalami kendala dalam akses belajar di Malaysia. Sebab menurutnya, vibrasi kegembiraan dan pencerahan Muhammadiyah harus sampai pada anak-anak tanpa terkecuali.
Pada kesempatan tersebut Noordjannah juga mengapresiasi semangat kemandirian yang dimiliki oleh warga Muhammadiyah di Malaysia. Sebab mereka tak hanya hadir secara struktural, tapi juga hadir dalam gerakan nyata untuk membantu sesama.
Dia mengakui, gerakan kader di luar negeri termasuk di Malaysia memiliki tantangan masing-masing dan itu tidak mudah. Oleh karena itu, kekuatan untuk tetap bergerak dan berjuang di wadah Persyarikatan adalah pilihan yang bijak.
Secara khusus dia berpesan supaya gerakan PCIA tidak kalah dengan PCIM, tentu sesuai dengan koridor dan kapasitas masing-masing. “Tentu jika Muhammadiyah maju, ‘Aisyiyah juga harus maju. Kalau di suatu tempat ‘Aisyiyahnya memulai, tentu didukung Muhammadiyah,” katanya.
Saat ini di PCIA Malaysia sudah berdiri sebanyak enam Pimpinan Ranting Istimewa ‘Aisyiyah (PRIA). Menurutnya, jumlah itu masih potensial untuk ditambah. Terlebih di Negara Bagian Perlis yang juga sudah berdiri Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM).
Dia berpesan supaya di setiap kawasan yang di situ berdiri ‘Aisyiyah, maupun Muhammadiyah tidak cukup hadir secara formil saja, tapi juga harus ada eksistensi yang menggerakan dan memajukan lingkungan.
“Bergerak harus dimulai dari hal-hal yang sederhana, dan itu harus menggembirakan,” kata Noordjannah memberikan strategi perluasan gerakan.