MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Sampaikan amanah di Pelepasan Siswa Kelas VI Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhadjir Effendy berpesan untuk meniru semangat belajar Kiai Haji Ahmad Dahlan dengan pikiran yang terbuka.
Semangat itu khususnya tentang keberanian Kiai Dahlan untuk belajar dan mendidik di manapun tempatnya. Muhadjir menjelaskan, bahwa salah satu tempat belajar Kiai Dahlan sebelum mendirikan sekolah adalah di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren Magelang.
Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren atau sekolah pamog praja saat itu belum memiliki guru agama, maka Kiai Dahlan dengan keberaniannya mengajukan diri untuk mendidik murid-murid di sana khususnya tentang Agama Islam.
“Karena di sekolah itu tidak ada guru agama, khususnya Agama Islam. Argumen beliau kepada kepala sekolah yang orang Belanda, menyampaikan ini calon pejabat mereka harus mendapat bekal agama yang cukup, karena akan berhubungan dengan orang-orang beragama Islam yang jumlahnya 90 persen waktu itu,” katanya.
Di balik pengajuan dirinya menjadi guru di Opleiding School itu, Kiai Ahmad Dahlan menurut Muhajir memiliki misi yang mulia yaitu belajar untuk mengelola sebuah institusi pendidikan. Kiai Dahlan mencari brand mark atau patokan untuk mendirikan institusi pendidikan.
Tidak hanya di Sekolah Pamong Projo Magelang, Kiai Dahlan juga mengajar di beberapa sekolahan yang didirikan oleh para Misionaris dan Zending. Muhajir menyampaikan, argumen Kiai Dahlan sama ketika mengajukan diri di sekolah-sekolah milik Katolik dan Kristen dengan argumen dia ketika di Opleiding School.
“Jadi Muhammadiyah ini dengan segala amal usahanya, termasuk amal pendidikan itu dimulai dengan pikiran yang terbuka – open minded. Dengan open minded Kiai Dahlan mencoba mempelajari apa yang baik dari sekolah-sekolah yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda waktu itu, maupun sekolah yang dirintis oleh Zending dan Misionari,” katanya.
Selain itu, Kiai Ahmad Dahlan juga memiliki perbedaan mencolok dengan ulama atau kiai Islam di masa itu. Ketika, Kiai Dahlan mau menerima bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Belanda, namun kiai-kiai yang lain menolak untuk menerima.
Merujuk penelitian yang dilakukan oleh Amir Hamzah Wiryosukarto, Muhajir menyebut pola pikir terbuka yang dimiliki oleh Kiai Dahlan waktu itu tidak hanya berbeda dengan para kiai dari kelompok muslim, tetapi juga berseberangan dengan kelompok-kelompok gerakan nasionalis.
“Itu merupakan sebuah ijtihad oleh Kiai Dahlan, dan sekarang ini kita menjadi saksi bahwa ijtihad Kiai Dahlan itulah yang benar. Karena dari lembaga-lembaga yang dahulu menolak keras itu sekarang tidak ada pertumbuhan pendidikan tidak sebagus atau sebesar Muhammadiyah,” katanya.
Ijtihad yang dilakukan oleh Kiai Dahlan, imbuhnya, dibarengi dengan visi yang jauh melampaui zamannya. Sehingga pemikiran Kiai Dahlan saat itu masih bisa dirasakan, dan relevan dengan kondisi zaman sekarang.
Langkah dan pemikiran yang dimiliki oleh Kiai Ahmad Dahlan kala itu merupakan bagian dari strategi untuk membangun dan memerdekakan bangsa. Meskipun tidak dilakukan dengan cara-cara yang konfrontatif. Langgam gerakan ini menjadi ciri khas Muhammadiyah dalam berjuang untuk bangsa dan negara.