MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Budi Jaya Putra, dalam kajian di Masjid KH Sudja Yogyakarta pada Senin (05/05), menekankan pentingnya peran suami dan istri sebagai teladan dalam membentuk keluarga beriman. Sebagai teladan, ia merujuk pada kisah keluarga Nabi Ibrahim.
Budi menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim menjalankan fungsi sebagai pemimpin keluarga (QS. An-Nisa: 34) dengan penuh keteladanan, sementara Siti Hajar mendidik Nabi Ismail untuk menghormati ayahnya meski lama terpisah.
“Siti Hajar tidak pernah menceritakan keburukan Nabi Ibrahim kepada Ismail. Ini kunci agar anak tetap taat pada ayah,” ujar Budi.
Budi menyoroti pentingnya komunikasi antara ayah dan anak, mengacu pada Al-Qur’an yang menyebutkan dialog ayah-anak sebanyak 14 kali, jauh lebih banyak dibandingkan ibu-anak yang hanya dua kali.
“Ayah harus meluangkan waktu mengobrol dengan anak, meski capek pulang kerja. Ini membangkitkan hormon oksitosin, hormon kebahagiaan anak,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan para istri untuk tidak menceritakan kejelekan suami kepada anak, karena hal ini dapat merusak rasa hormat anak terhadap ayahnya. “Kalau ibu bilang, ‘Bapakmu cuma ngomong doang,’ anak jadi berani melawan ayah,” tegasnya.
Selain itu, Budi menekankan bahwa suami harus memperbanyak ilmu agama untuk menjadi teladan. “Di Indonesia, ibu-ibu lebih rajin pengajian, tapi seharusnya suami yang paling banyak belajar agama untuk membimbing keluarga,” katanya.
Ia juga mengutip hadis riwayat An-Nasa’i dan Ahmad bahwa perempuan salehah adalah yang menyenangkan suami, taat pada perintahnya, dan tidak menyelisihi dalam urusan pribadi atau harta. “Istri salehah harus menjaga diri saat suami bekerja, seperti Siti Hajar yang memelihara keimanan Ismail,” tambahnya.
Budi juga mengingatkan bahwa keimanan orang tua berpengaruh besar pada kualitas keturunan. Mengutip pepatah Jawa “bibit, bebet, bobot,” ia menekankan pentingnya memilih pasangan dengan iman yang kuat.
“Genetika kepintaran 60% dari ibu, tapi sifat anak 70% dipengaruhi ayah. Jadi, ayah harus jadi teladan,” ungkapnya.
Ia mencontohkan ketaatan Nabi Ismail kepada Nabi Ibrahim, meski lama tidak bertemu, karena Siti Hajar selalu menceritakan kebaikan ayahnya. “Ini pelajaran bagi ibu-ibu, jangan ceritakan keburukan suami, tapi tonjolkan keteladanannya,” pesannya.
Menjelang Idul Adha, Budi mengajak jemaah untuk meneladani keluarga Nabi Ibrahim dalam mendidik anak dan menjaga keimanan keluarga. Ia menutup kajian dengan pesan bahwa suami harus mendahulukan cinta kepada Allah dalam mendidik istri dan anak, agar terhindar dari sikap yang dapat menjerumuskan keluarga ke dalam dosa.
“Jadilah teladan seperti Nabi Ibrahim, dan didiklah anak seperti Siti Hajar mendidik Ismail,” pungkasnya, disambut antusiasme jemaah.