MUHAMMADIYAH.OR.ID, MAKASSAR – Dalam sambutannya pada Pembukaan Pelatihan Kader Tarjih Tingkat Nasional Batch I di Makassar, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas, menegaskan pentingnya Islam wasatiyah sebagai landasan gerakan Muhammadiyah untuk mendorong kemajuan umat Islam.
Berpijak pada Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 143, Hamim memaparkan bahwa konsep wasatiyah menempatkan Muhammadiyah pada posisi tengah, tidak condong ke ekstrem kanan (konservatif) maupun ekstrem kiri (liberal).
“Muhammadiyah harus menjadi pelopor kemajuan umat Islam. Jika bukan Muhammadiyah, siapa lagi yang akan mendorong kemajuan ini?” tegasnya.
Menurut Hamim, Islam wasatiyah yang diterapkan Muhammadiyah bukan sekadar moderasi dalam beragama, tetapi memiliki nilai fungsional yang nyata. Ia merujuk pada definisi Islam dalam “Masalah Lima” Muhammadiyah, yang menyatakan bahwa agama Islam adalah segala yang diturunkan Allah dalam Al-Qur’an dan dibawa oleh sunnah shahih, mencakup perintah, larangan, dan petunjuk untuk mewujudkan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat.
“Kebaikan hidup ini diukur dari kesejahteraan materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi,” jelasnya. Konsep ini diperkuat oleh “Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” yang menegaskan Islam sebagai rahmat dan hidayah Allah untuk seluruh umat manusia, berlaku sepanjang masa.
Hamim menyoroti bahwa Islam wasatiyah Muhammadiyah adalah representasi otentik dari Islam rahmatan lil alamin. Mengutip surah Al-Anbiya ayat 107, wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin, ia menjelaskan bahwa rahmat dalam Islam adalah cinta yang diekspresikan melalui pemberian kebaikan nyata kepada yang membutuhkan.
“Rahmat itu adalah anugerah untuk memenuhi kebutuhan alam semesta, yang dalam Al-Qur’an disebut sebagai hayah thayyibah—kehidupan yang baik, sejahtera, damai, dan bahagia,” ujarnya.
Menurutnya, hayah thayyibah tercapai melalui iman dan amal saleh, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Baqarah ayat 62 dan An-Nahl ayat 97, yang menjamin kesejahteraan tanpa ketakutan dan kesedihan.
Pelatihan Kader Tarjih ini, lanjut Hamim, menjadi momentum penting untuk memperkuat pemahaman Islam wasatiyah di kalangan kader Muhammadiyah. Ia menekankan perlunya pengkaderan ulama yang memahami visi Muhammadiyah agar paham agama ini tetap lestari.
“Kita harus menghindari nasib seperti gerakan pembaruan di India yang kehilangan generasi penerus karena kurangnya literatur dan kaderisasi,” ungkapnya, merujuk pada pengalaman Aligarh yang kini kesulitan menemukan guru agama sesuai visinya.
Hamim juga menyampaikan tiga program prioritas Majelis Tarjih hingga 2027, yaitu pengembangan KHGT, penyusunan fikih Muhammadiyah, dan penguatan tafsir at-Tanwir.
“Fikih modernitas yang kita susun harus berbasis Al-Qur’an yang hidup di Muhammadiyah, seperti nilai-nilai surah Al-‘Ashr yang menekankan iman, amal saleh, dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran,” katanya.
Dengan pendekatan ini, Muhammadiyah berharap dapat mewujudkan masyarakat Islam modern yang sejahtera, damai, dan bahagia, sekaligus menjadi teladan bagi umat lain dalam menerapkan Islam rahmatan lil alamin.