MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Dalam Pengajian Tarjih yang diselenggarakan PP Muhammadiyah pada Rabu (30/04), Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid, Royan Utsani, menyampaikan kajian mendalam tentang makna infak di jalan Allah berdasarkan Surah Al-Baqarah ayat 261.
Ayat ini menggambarkan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, setiap tangkai menghasilkan seratus biji, dengan janji Allah untuk melipatgandakan pahala bagi siapa yang Dia kehendaki.
Menurut Royan, ayat ini memiliki dua asbabun nuzul (sebab turunnya ayat) yang berkaitan dengan dua sahabat Nabi Muhammad SAW, Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan, yang termasuk dalam almubasyarina bil jannah (orang-orang yang dijanjikan surga). Kisah keduanya menjadi teladan luar biasa tentang keikhlasan dalam berinfak.
Abdurrahman bin Auf pernah mendatangi Rasulullah SAW dengan membawa 4.000 dirham, yang jika dikonversi ke nilai saat ini mencapai miliaran rupiah. Ia berkata, “Saya memiliki 8.000 dirham. Separuhnya saya gunakan untuk kebutuhan keluarga, dan separuhnya lagi, 4.000 dirham, saya sedekahkan di jalan Allah.”
Mendengar itu, Rasulullah SAW mengangkat tangan dan mendoakan, “Semoga Allah memberkahi harta yang kamu gunakan untuk keluargamu dan yang kamu sedekahkan.” Doa ini menunjukkan betapa besar nilai infak yang dilakukan dengan ikhlas.
Kisah kedua berkaitan dengan Utsman bin Affan, yang dikenal sebagai Dzun Nurain. Pada Perang Tabuk, Utsman menanggung seluruh kebutuhan pasukan yang tidak mampu, menyediakan 1.000 unta lengkap dengan perlengkapannya, yang jika dihitung dengan nilai saat ini mencapai sekitar 45 miliar rupiah.
Selain itu, Utsman juga menginfakkan sumur miliknya untuk keperluan kaum muslimin, sebuah sedekah yang sangat berharga di wilayah Timur Tengah, di mana air adalah komoditas langka. Rasulullah SAW memuji keikhlasan Utsman dengan doa, “Ya Allah, aku rida terhadap Utsman, maka ridailah ia.”
Royan menjelaskan bahwa infak di jalan Allah adalah investasi yang tidak pernah merugikan. Perumpamaan biji yang menghasilkan 700 biji atau lebih menunjukkan kelipatan pahala yang Allah berikan, baik secara materi maupun non-materi.
“Bisa jadi harta bertambah, kesehatan terjaga, atau ketenangan hati diperoleh,” ujarnya. Namun, syarat utamanya adalah niat ikhlas karena Allah. Allah Maha Tahu motif seseorang, sehingga infak harus bebas dari riya, menyakiti, atau mengungkit-ungkit pemberian.
Royan juga mengutip riset tentang motivasi berinfak, yang meliputi faktor agama, filosofi hidup, keinginan berbagi, promosi diri, hingga kepentingan bisnis. Namun, ia menegaskan bahwa infak yang sejati adalah yang diniatkan fisabilillah (di jalan Allah), seperti untuk mengatasi kemiskinan, memajukan pendidikan, atau mendukung kesehatan masyarakat.
Ia mencontohkan tokoh modern seperti Sulaiman Ar-Rajhi, pendiri Bank Rajhi, yang meski memiliki kekayaan lebih dari 100 triliun rupiah, memilih hidup sederhana dan menginfakkan hartanya untuk beasiswa, kebun kurma, dan lembaga sosial demi kepentingan umat.