Puasa Ayyamul Bidh merupakan ibadah sunnah yang dianjurkan selama tiga hari setiap bulan Hijriah. Biasanya, puasa ini dilakukan pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah, yang dikenal sebagai hari-hari putih (ayyamul bidh) karena malam-malamnya terang benderang oleh cahaya bulan purnama.
Namun, pertanyaan muncul: bolehkah puasa Ayyamul Bidh dilakukan pada tanggal 13 Zulhijah, yang termasuk dalam hari-hari Tasyriq?
Untuk menjawabnya, kita perlu merujuk pada dalil-dalil syariat yang shahih.
Hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah, memiliki kedudukan khusus dalam Islam. Hari-hari ini dikenal sebagai waktu untuk makan, minum, dan berzikir kepada Allah, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadis shahih.
Salah satu dalil utama adalah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:
عن عائشة وابن عمر -رضي الله تعالى عنهما- قالا: لم يرخص في أيام التشريق أن يصمن إلا لمن لم يجد الهدي
“Dari ‘Aisyah dan Ibnu ‘Umar ra, keduanya berkata, “Tidak diperbolehkan (oleh Nabi Saw) untuk berpuasa pada hari-hari Tasyriq kecuali bagi orang yang tidak mendapatkan hewan sembelihan ketika menunaikan haji.” (HR. Al-Bukhari).
Larangan ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَزَادَ فِي رواية وَذِكْرٍ لِلَّهِ
“Dari Nubaisyah Al-Hudzali, Rasulullah Saw bersabda, “Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan, minum, dan berzikir kepada Allah.” (HR. Muslim).
Hadis ini menegaskan bahwa hari-hari Tasyriq adalah waktu untuk menikmati rezeki dan memperbanyak zikir, bukan untuk berpuasa.
Selain itu, Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُذَافَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يُنَادِيَ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Dari Abdullah bin Hudzafah, Nabi Saw menyuruhnya untuk mengumumkan pada hari-hari Tasyriq bahwa hari-hari itu adalah hari makan dan minum.” (HR. Ahmad).
Hadis ini semakin memperjelas bahwa puasa pada hari-hari tersebut dilarang karena karakteristik khususnya sebagai waktu untuk bersyukur atas nikmat Allah.
Mengingat tanggal 13 Zulhijah termasuk dalam hari-hari Tasyriq, puasa Ayyamul Bidh pada tanggal tersebut di bulan Zulhijah jelas tidak diperbolehkan. Namun, anjuran untuk berpuasa tiga hari setiap bulan Hijriah tetap berlaku, termasuk di bulan Zulhijah.
Untuk itu, puasa Ayyamul Bidh di bulan ini dapat dilakukan pada tanggal 14 dan 15 Zulhijah, sementara satu hari lainnya bisa diganti pada hari lain, seperti tanggal 16 atau hari lain di bulan yang sama.
Fleksibilitas ini sejalan dengan hadis yang menunjukkan bahwa puasa tiga hari setiap bulan tidak harus terpaku pada tanggal tertentu. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan At-Tirmizi dari Mu’adzah ra:
أَكانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَصُومُ مِن كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ؟ قالَتْ: نَعَمْ، فَقُلتُ لَهَا: مِن أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ كانَ يَصُومُ؟ قالَتْ: لَمْ يَكُنْ يُبَالِي مِن أَيِّ أَيَّامِ الشَّهْرِ يَصُومُ
“Apakah Rasulullah berpuasa tiga hari setiap bulan?” ‘Aisyah menjawab, “Iya.” Mu’adzah bertanya lagi, “Pada hari apa beliau berpuasa?” ‘Aisyah menjawab, “Beliau tidak peduli pada hari apa beliau berpuasa.” (HR. Muslim dan At-Tirmizi).
Hadis ini menegaskan bahwa puasa tiga hari dapat dilakukan kapan saja dalam sebulan, selama tidak bertentangan dengan larangan syariat, seperti pada hari-hari Tasyriq.
Jadi, meskipun tanggal 13, 14, dan 15 dianjurkan untuk puasa Ayyamul Bidh karena keutamaannya, pada bulan Zulhijah, tanggal 13 harus diganti dengan hari lain di luar hari Tasyriq agar sesuai dengan larangan Rasulullah.