MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Anggota Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Immawan Wahyudi, menyampaikan pesan tentang pentingnya ketaatan kepada Allah, Rasulullah, dan ulil amri dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pandangannya itu disampaikan dalam khutbah Jumat di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Jumat (18/04). Mengutip Surah An-Nisa ayat 59, beliau menegaskan bahwa ayat ini menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan berlandaskan Al-Qur’an serta As-Sunnah.
Immawan menjelaskan bahwa ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) bersifat relatif, tidak setara dengan ketaatan mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan ini harus memenuhi syarat ideologis dan normatif yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta sesuai dengan perjanjian sosial seperti Pancasila dan UUD 1945.
“Umat Islam adalah umat yang mudah diatur karena memiliki keyakinan kuat kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, ketaatan kepada pemimpin harus sejalan dengan hukum dan keadilan,” ujarnya.
Mengacu pada Surah An-Nisa ayat 58, beliau mengingatkan bahwa Allah memerintahkan umat untuk menunaikan amanah kepada yang berhak dan menegakkan keadilan dalam setiap keputusan. Immawan juga menyinggung Surah Al-An’am ayat 123, yang memperingatkan bahaya kepemimpinan yang dipenuhi tipu daya.
“Politik bukanlah tipu daya. Pemimpin harus jujur dan bertindak sesuai janji, bukan sebaliknya,” tegasnya, seraya menolak anggapan bahwa politik identik dengan kebohongan.
Dalam konteks pemilihan pemimpin, Immawan mengutip doa yang diajarkan Prof. Din Syamsuddin: “Allahumma walli ‘alaina khiyarana wala tuwalli ‘alayna syirarana” (Ya Allah, berikan kami pemimpin yang membawa kebaikan, dan jangan berikan pemimpin yang membawa keburukan).
Beliau menekankan pentingnya doa dan usaha umat untuk memilih pemimpin yang bijak dan adil, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Abu Dawud: “Jika Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum, Dia menjadikan orang bijak sebagai pemimpin dan orang dermawan sebagai pengelola harta.”
Immawan juga mengajak umat Islam untuk tidak hanya menjadi penonton dalam dinamika berbangsa dan bernegara, tetapi aktif memastikan setiap pendapat dan perdebatan merujuk pada Al-Qur’an, As-Sunnah, dan konstitusi negara.
“Jangan sampai kita berdebat tanpa dasar, apalagi di media sosial, tanpa memahami Al-Qur’an, As-Sunnah, atau bahkan konstitusi kita,” katanya.
Khutbah ini diakhiri dengan doa agar umat Islam dan bangsa Indonesia diberi kekuatan untuk mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat. Acara yang berlangsung khidmat ini dihadiri oleh jemaah dari civitas akademika UAD dan masyarakat sekitar, meninggalkan kesan mendalam tentang pentingnya menjaga integritas dan keadilan dalam kepemimpinan.
“Mudah-mudahan Indonesia menjadi lebih baik di masa depan dengan pemimpin yang adil dan umat yang taat pada nilai-nilai agama serta konstitusi,” tutup Immawan.