MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Berbagai kebijakan yang diambil oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah dan juga mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua patut diapresiasi.
Terakhir ini, Mendikdasmen meninjau ulang penjurusan di tingkat SMA, yang pada periode sebelumnya penjurusan tersebut ditiadakan dengan harapan siswa dapat memahami banyak hal dan semua bidang walaupun pada akhirnya akan menekuni satu bidang tertentu.
Tanggapi hal tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Irwan Akib mengatakan, perlu dipahami bahwa setiap anak memiliki bakat dan kemampuannya masing-masing, sehingga perlu diberi ruang untuk meningkatkan kemampuan dan mengasah bakat tersebut.
”Oleh karena itu penjurusan menjadi penting agar siswa dapat menekuni bidang yang menjadi bakat dan kemampuan serta minatnya, sehingga mereka dapat fokus belajar, bila tanpa penjurusan siswa justu menjadi terbebani dengan berbagai bidang yang mungkin tidak sesuai minat dan kemampuannya,” jelas Irwan pada Selasa (15/4).
Ditambahkan Irwan, menekuni satu bidang tertentu dapat mengantar siswa memahami bidang keilmuan tersebut secara mendalam, dan dapat menjadi ahli dalam bidang tertentu.
”Siswa sejak menetapkan jurusan yang mereka minati, sudah dapat juga menetukan kemana arah yang dia akan tuju ketika melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi nantinya,” imbuh Irwan.
Khusus jurusan Bahasa, Irwan menyarankan agar diganti dengan sastra humaniora, dengan alasan bahwa bahasa seharusnya menjadi pelajaran utama semua jurusan, sedang sastra humaniora merupakan salah satu jurusan yang penting untuk memberi pemahaman kepada siswa terkait sisi-sisi kemanusiaan, sehingga menjadi salah satu bidang perlu dikuasai oleh anak yang memiliki bakat dan minat yang terkait sastra dan humaniora.
Terakhir, Irwan menegaskan bahwa yang perlu dihindari dari penjurusan ini adalah adanya stigma yang menganggap jurusan bahasa adalah jurusan yang kurang diminati, sedangkan jurusan IPA merupakan tempatnya anak-anak yang pintar.
”Stigma terhadap pemjurusan tertentu ini perlu diantisipasi bahwa penjurusan itu bukan masalah pengklasifikasian berdasakan tingkat kecerdasan,” tegas Irwan.