MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DI Yogyakarta, Ridwan Furqoni, menyampaikan ceramah dalam pengajian rutin di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Ahad pagi (27/04).
Dalam ceramahnya, Ridwan mengupas pentingnya menjaga kehalalan makanan, minuman, dan pakaian sebagai syarat diterimanya doa seorang muslim, merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Mengawali ceramah, Ridwan menegaskan bahwa doa merupakan sarana utama seorang muslim untuk memohon kepada Allah SWT, terutama dalam menghadapi kesulitan hidup. Namun, ia mengingatkan bahwa sering kali doa tidak terkabul karena adanya penghalang, salah satunya adalah konsumsi sesuatu yang haram.
Untuk memperkuat pesannya, Ridwan mengutip hadis dari Abu Hurairah yang tercantum dalam kitab Hadis Arbain nomor 105, yang berbunyi: “Innallaha thayyibun la yaqbalu illa thayyiban…”
“Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik.”
Ridwan menjelaskan bahwa Allah hanya menerima amalan yang bersumber dari sesuatu yang halal dan baik (thayyib). Ia mengilustrasikan hadis tersebut dengan kisah seorang musafir yang berdoa dengan penuh harap, namun doanya tidak dikabulkan karena makanannya, minumannya, dan pakaiannya berasal dari sumber haram.
“Bagaimana doanya bisa terkabul jika yang masuk ke tubuhnya haram? Allah hanya menerima yang baik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ridwan memaparkan bahwa makanan haram terbagi menjadi dua kategori: lidzatihi (haram karena zatnya) dan lihusulihi (haram karena cara memperolehnya). Berdasarkan Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 173, ia menyebutkan empat jenis makanan yang diharamkan karena zatnya: bangkai (al-maitah), darah yang mengalir (dam), daging babi (lahm khinzir), dan makanan yang dipersembahkan untuk selain Allah (wama uhilla lighairilLah).
Ridwan juga menyentuh isu kontekstual, seperti tantangan menjaga kehalalan daging di Yogyakarta. Ia mengungkapkan keprihatinannya atas informasi dari Majelis Ekonomi PWM DI Yogyakarta bahwa pasokan daging babi yang masuk ke Yogyakarta sangat besar, yang berpotensi bercampur dengan daging halal di pasaran.
“Kita harus ekstra hati-hati, misalnya saat menggiling daging. Jangan sampai mesin yang sama dipakai untuk daging babi tanpa dibersihkan,” ujarnya, seraya mengapresiasi inisiatif penggilingan daging yang ketat menjaga kehalalan.
Dalam konteks budaya lokal, Ridwan menyinggung tradisi seperti wiwitan di sawah atau labuhan di laut. Ia menegaskan bahwa persembahan untuk selain Allah, seperti kepada jin penunggu, termasuk kategori haram.
Namun, ia memuji kreativitas masyarakat, seperti di Lamongan, yang mengubah tradisi labuhan menjadi sedekah laut berupa pemberian makanan kepada ikan, sebagai bentuk syukur kepada Allah.
Ridwan kemudian mengajak jamaah untuk selalu memastikan kehalalan makanan, minuman, dan pakaian sebagai bagian dari usaha menjaga kemurnian ibadah.
“Doa kita tidak akan terkabul jika kita tidak menjaga apa yang kita konsumsi. Mari kita pastikan semuanya halal dan thayyib agar doa-doa kita sampai kepada Allah,” pungkasnya.