MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Perintah untuk memakan makanan yang halal dan baik atau halalan thayyiban dalam Al Qur’an tak semata sebagai wujud ketaatan, melainkan juga ada hikmah yang bermanfaat bagi manusia.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Divisi Kajian Al Qur’an dan Hadis Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Aly Aulia pada Senin (28/4) dalam Pengajian Malam Selasa di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Makan sebagai kewajiban mendasar bagi manusia tentu memiliki fungsi yang fundamental. Sebab menurut Aly, dari makan itu akan menghasilkan darah, otak, energi dan lain sebagainya yang menjadi motor penggerak manusia untuk kehidupan.
“Maka tentu urusan makan saja memang urusan yang secara khusus diatur. Awalnya ini diatur untuk memastikan bahwa ini adalah yang halal lagi thayyib,” ungkapnya.
Merujuk Tafsir At Tanwir untuk menjelaskan surat Al Baqarah ayat 168 dan 169, Aly Aulia menyebutkan perintah makan makanan yang halal dan baik tidak hanya ditujukan bagi muslim, tapi kepada seluruh umat manusia.
“Pembicaraan tentang halal dan yang thayyib itu bukan pembicaraan yang khusus bagi orang yang beriman, tapi bagi seluruh umat manusia,” tuturnya.
Namun jika melompat pada Al Baqarah ayat 172, baru ada perintah khusus kepada orang yang beriman supaya memakan makanan dari rizki yang baik. Aly menjelaskan, karena orang beriman sudah tidak lagi membicarakan makanan yang halal sebab memakan makanan yang halal adalah mutlak baginya.
“Jadi ketika orang yang beriman itu bicaranya soal thayyib atau tidak,” imbuhnya.
Saat ini, sambungnya, mengonsumsi makanan yang halal dan baik sudah menjadi lifestyle bagi seluruh umat manusia. Sebab manusia di era modern mengetahui, bahwa makanan yang tidak halal dan baik cenderung akan merusak manusia itu sendiri.
“Praktik yang diperintahkan oleh Allah dijamin mendatangkan keuntungan dan kesehatan. Baik kesehatan fisik maupun kesehatan psikis, baik individu maupun sosial,” katanya.
Namun jika makanan tidak memenuhi kriteria tersebut – halal dan baik, tentu makanan akan masuk dalam kriteria mutasyabihat. Karena mutasyabihat, maka sebaiknya makanan tersebut dicegah atau ditinggalkan.