Puasa sunah menyimpan keutamaan luar biasa yang patut direnungkan oleh setiap Muslim. Puasa ini menjadi jalan menuju keberkahan, perlindungan dari azab, dan penggugur dosa. Hadis-hadis Nabi Saw menggambarkan betapa istimewanya amal ini.
Salah satu keutamaan puasa sunah adalah menjadi perisai dari api neraka. Hal ini sebagaimana tersirat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
[مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ الله بَعَّدَ الله وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا [رواه البخاري ومسلم والترمذي والنسائي وأحمد والدارمي وابن ماجه]
“Barangsiapa berpuasa pada suatu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkannya dari api neraka selama 70 tahun.”
Janji ini begitu agung. Satu hari puasa sunah, yang dilakukan dengan ikhlas karena Allah, mampu menjadi benteng yang menjauhkan seorang hamba dari siksa neraka dengan jarak yang sangat jauh. Ini adalah bukti nyata kasih sayang Allah kepada umat-Nya yang bersedia berusaha melampaui kewajiban.
Keistimewaan lain dari puasa sunah adalah doa malaikat yang senantiasa mengiringinya. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Ummu Umarah binti Ka’ab, diceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah berkunjung ke rumahnya. Ketika makanan dihidangkan, beliau mengajak Ummu Umarah untuk ikut makan. Ia menjawab, “Saya sedang berpuasa.” Lalu Rasulullah SAW bersabda:
[إِنَّ الصَّائِمَ إِذَا أُكِلَ عِنْدَهُ صَلَّتْ عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى يَفْرَغُوا وَرُبَّمَا قَالَ حَتَّى يَقْضُوا أَكْلَهُمْ [رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد والدارمي]
“Sesungguhnya orang berpuasa apabila ada perjamuan makan padanya, maka malaikat akan memberi shalawat kepadanya sampai perjamuan tersebut selesai, atau menurut lafal lain sampai mereka selesai makan.”
Bayangkan, malaikat mendoakan seorang hamba yang berpuasa. Ini menunjukkan betapa mulianya posisi orang yang menahan lapar dan dahaga demi Allah, bahkan di saat godaan untuk makan ada di depan mata.
Tak hanya itu, puasa sunah juga menjadi sarana penghapus dosa. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Qatadah, seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang puasa Arafah. Beliau menjawab:
قَالَ أَحْتَسِبُ عِنْدَ الله أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Kemudian ditanya lagi tentang puasa Asyura’, beliau bersabda:
[قَالَ أَحْتَسِبُ عِنْدَ الله أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ [رواه أحمد]
“Puasa Arafah itu dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan yang tersisa. Puasa Asyura’ dapat menghapus dosa yang telah lalu.”
Puasa di hari-hari tertentu seperti Arafah dan Asyura’ menawarkan ampunan yang luas. Ini adalah anugerah bagi hamba yang ingin membersihkan lembaran dosanya, sekaligus motivasi untuk terus berbuat baik setelahnya.
Namun, di balik segala keutamaan ini, ada catatan penting yang harus kita camkan. Puasa sunah bukanlah “tiket ajaib” yang otomatis menghapus dosa atau menjamin keselamatan tanpa usaha lain. Ada risiko kesalahpahaman di kalangan umat, seperti sikap raja’ (berharap berlebihan) yang membuat seseorang meremehkan dosa atau bersikap tasaahul (lalai) dalam menjaga agama.
Anggapan bahwa puasa sunah sehari cukup untuk menghapus dosa setahun, bahkan menjauhkan dari neraka selama 70 tahun, bisa mendorong seseorang untuk mudah bermaksiat dengan dalih bahwa puasa akan “menutupinya.” Ini adalah pemahaman yang keliru dan berbahaya.
Hakikat puasa, sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW, bukan sekadar menahan lapar, haus, dan syahwat. Puasa yang sejati adalah komitmen untuk meninggalkan dosa dan maksiat, menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat, serta mewujudkan nilai-nilai keimanan dalam tindakan nyata.
Puasa sunah adalah latihan jiwa untuk menjadi hamba yang lebih taat, bukan alat untuk “mengakali” dosa. Dengan pemahaman ini, ibadah sunah ini akan benar-benar menjadi perisai, pembersih dosa, dan jalan menuju keridaan Allah.
Referensi:
Asep Shalahudin, “Puasa Tathawwu”, materi dalam Pengajian Tarjih.