MUHAMMADIYAH.OR.ID, GRESIK – Dinamika kepemimpinan di Indonesia yang menganut sistem demokrasi terus berlangsung, pergantian pemimpin memang sebuah keharusan tapi di antara dinamika itu Muhammadiyah harus tetap terus membangun.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada Sabtu (26/4) dalam Peresmian Gedung Perawatan Sentral RS Muhammadiyah Gresik (RSMG).
Agenda yang juga dihadiri Ketua PP Muhammadiyah dr. Agus Taufiqurrahman, Ketua PWM Jatim Sukadiono, MPKU PWM Jatim Mundakir, serta jajaran Direksi RSMG itu Haedar mengungkapkan komitmen Muhammadiyah membangun umat dan bangsa tak digantungkan pada sosok pemimpin negeri.
Akan tetapi, sebagai bagian dari elemen yang mendirikan Negara Republik Indonesia, tentu Muhammadiyah membuka diri untuk berkolaborasi membangun negeri – untuk kebaikan bersama. Langkah itu diambil sesuai dengan Kepribadian Muhammadiyah nomor sembilan.
Meski sering disebut sebagai fenomena perkotaan, namun Muhammadiyah juga hadir di banyak pelosok negeri. Tak jarang Muhammadiyah hadir lebih awal dibandingkan pemerintah.
“Misalkan saja jika pergi ke pedalam di Papua, NTT, kita akan melihat bukti nyata Muhammadiyah membangun sekolah, klinik, kemudian berbagai gerakan sosial yang pemerintah kadang belum membangun di situ. Artinya kontribusi Muhammadiyah untuk bangsa tak ternilai,” ungkapnya.
Oleh karena itu, jika pemerintah ingin mengembangkan pelayanan termasuk di bidang kesehatan dan pendidikan tentu sangat diperlukan keterlibatan stakeholder swasta terlebih swasta organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah.
“Kita ormas ini membangun dengan kemandirian di saat sulit yang untuk bangsa bangkit. Kita juga tidak mencari keuntungan,” imbuhnya.
Semangat kemandirian yang telah menjadi DNA Muhammadiyah diminta oleh Haedar tidak luruh di tengah dinamika kepemimpinan di tubuh bangsa. Terlebih jika ada kebijakan yang kurang memihak pada Muhammadiyah dan rakyat secara luas.
“Semua yang kita bangun ini dan bisa kita lakukan itu karena semangat kemandirian kita. Dan ini tidak boleh hilang. Dan bisa mengalahkan apapun, mengalahkan uang, mengalahkan APBN, mengalahkan policy dan kebijakan baru, dan bisa mengalahkan regulasi baru apapun bentuknya,” tutur Haedar.
Konsistensi Muhammadiyah membangun bangsa telah berjalan bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Bahkan ketika ada kebijakan Pemerintah Hindia Belanda tentang Ordonansi Guru, Muhammadiyah tetap konsisten membangun tentu juga melayangkan protes dan kemudian didengar oleh penguasa.
“Belanda saja mendengar, masa sih ketika pemerintahan Republik Indonesia tidak mendengar. Tapi kalau tidak mendengar, Muhammadiyah itu santai-santai saja. Kita jalan di atas punya yang kuasa, di atas kuasa yang lain,” katanya.
Maka gerak langkah yang dilakukan oleh Muhammadiyah ini juga dilandasi tauhid atau atas kepercayaan terhadap Penguasa di atas penguasa yang lain, yaitu Allah SWT. Nilai tauhid ini menjadi pijakan bagi Muhammadiyah dalam menentukan gerak dan langkah.