MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Idulfitri artinya tidak kembali suci, melainkan kembali untuk bisa makan di waktu siang dan malam. Akan tetapi diperbolehkannya kembali makan ini harus dilakukan secara terukur.
Puasa sebagai bentuk investasi, maka Idulfitri dan bulan Syawal adalah waktu untuk memetik hasil dari investasi yang dilakukan itu. Seyogyanya investasi, maka seorang investor akan memetik hasil berlipat dari yang diinvestasikannya itu.
Pesan itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Kiai Saad Ibrahim pada Selasa (15/4) dalam Silaturahim Idulfitri yang diselenggarakan oleh RS Islam Jakarta Cempaka Putih.
Diperbolehkannya makan di siang hari, tidak boleh digunakan untuk balas dendam karena sebulan penuh berpuasa Ramadan. Sebab puasa yang artinya menahan diri, tak hanya berdimensi teologis tapi juga investasi bagi kesehatan jasmani.
“Kalau orang setelah sehari berpuasa, lalu kemudian itu dia berbuka dan semua makan yang ada disikati (dimakan) itu bisa dipastikan tidak baik bagi tubuhnya, bagi pencernaannya,” tutur Kiai Saad.
Puasa sebagai investasi, karena menahan lapar dan dahaga termasuk nafsu biologis yang lain untuk mengambil kenikmatan itu di waktu berbuka. Menunda kenikmatan pada puasa itu tak hanya berbalas dunia, tapi juga kebaikan akhirat.
“Kita investasikan, kita tunda. Maka hidup kita di dunia ini menunda kenikmatan yang lebih besar, yaitu nanti kita dapat bertemu dengan Allah, kita dapat ampunannya, kita dapat surganya,” katanya.
Menurutnya, seorang yang berinvestasi memiliki kemungkinan akan menikmati hasil yang berlipat ganda. Hasil investasi ini tak hanya bersifat sifat, melainkan juga rohani dan mental.
Oleh karena itu, Kiai Saad mengajak kepada umat muslim supaya mempersiapkan menyambut bulan Ramadan dimulai sejak Ramadan itu selesai. Dengan demikian, diharapkan supaya pada Ramadan mendatang investasi yang diberikan dapat secara maksimal.