MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Halaqah Nasional Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) di Yogyakarta pada Sabtu (19/04).
Dalam pidato kunci, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, Hamim Ilyas, menegaskan komitmen Muhammadiyah untuk menerapkan KHGT sebagai bagian dari pembaharuan Islam, sekaligus memperkuat posisi umat Islam dalam kancah global.
Acara ini menjadi momentum untuk memantapkan implementasi keputusan PP Muhammadiyah Nomor 86/KEP/I.0/B/2025 tentang KHGT, yang akan resmi diberlakukan mulai 1 Muharram 1447 H.
Hamim Ilyas mengungkapkan bahwa keputusan KHGT telah ditetapkan oleh PP Muhammadiyah, meskipun masih dalam tahap penyempurnaan teknis sebelum disebarluaskan. “Keputusan sudah jelas, hanya belum diedarkan karena masih dalam proses perbaikan teknis. Substansinya sudah final,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa keputusan ini merupakan hasil Musyawarah Nasional (Munas) Tarjih ke-32 di Pekalongan pada Februari 2024, yang merekomendasikan KHGT sebagai langkah strategis untuk menyatukan kalender Islam secara global.
Menurut Hamim, KHGT tidak hanya bertujuan menyatukan penentuan awal bulan Hijriah, tetapi juga menjadi simbol pembaharuan Islam yang telah menjadi visi Muhammadiyah sejak awal berdirinya. Ia merujuk pada praktik pembaharuan yang dimulai oleh pendiri Muhammadiyah, Kyai Haji Ahmad Dahlan, khususnya melalui pelurusan arah kiblat.
“Pembaharuan Islam di Muhammadiyah bukan dimulai dari pendirian organisasi pada 1912, tetapi dari praktik nyata seperti pelurusan arah kiblat,” jelasnya.
Halaqah ini juga menjadi wadah untuk menjawab keberatan terhadap KHGT yang muncul di kalangan umat. “Ada suara-suara keberatan terhadap KHGT. Melalui halaqah ini, kami ingin menemukan jawaban atas keberatan tersebut agar implementasinya nanti berjalan mulus,” kata Hamim.
Rencana besar Muhammadiyah adalah menggelar “isbat” KHGT untuk 25 tahun ke depan pada 29 Zulhijah 1446 H. Isbat ini akan dilakukan secara internasional dengan format hybrid, mengundang organisasi Islam dari berbagai negara, seperti Dewan Fiqih Amerika Serikat, Dewan Fatwa Eropa, serta negara-negara seperti Turki dan Pakistan yang telah menerapkan konsep serupa.
“Kami ingin isbat ini menjadi pernyataan bahwa KHGT adalah kalender global tunggal yang diterima luas,” ujar Hamim.
Hamim juga menyinggung motivasi di balik penerapan KHGT di negara lain, seperti Pakistan, yang lebih didorong oleh efisiensi anggaran dibandingkan pembaharuan Islam.
“Pakistan menerapkan kalender Islam untuk lima tahun ke depan karena alasan efisiensi anggaran, bukan pembaharuan. Kami di Muhammadiyah melakukannya untuk pembaharuan Islam sesuai rekomendasi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI),” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa KHGT akan diiringi dengan tagline “120 Tahun Pembaharuan Islam”, yang awalnya merujuk pada wafatnya Muhammad Abduh pada 1905, tetapi kemudian disesuaikan dengan praktik pembaharuan Muhammadiyah.
Dalam konteks teologi, Hamim menjelaskan bahwa KHGT merupakan bagian dari upaya Muhammadiyah untuk menghadirkan Islam otentik yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah sahih. Ia merujuk pada definisi Islam dalam dokumen Muhammadiyah, yakni segala perintah, larangan, dan petunjuk Allah yang bertujuan mewujudkan kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat.
“Ukuran kebaikan hidup dalam Islam adalah kesejahteraan material dan spiritual, duniawi dan ukhrawi,” katanya.
Halaqah ini juga menjadi awal dari rencana Muhammadiyah untuk menggelar seminar nasional tentang transformasi umat Islam menuju masyarakat 5.0 yang religius. Seminar ini, yang dijadwalkan berlangsung pada Juli 2025 bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), akan membahas fikih modernitas berbasis Surat Al-Asr.
“Kami ingin umat Islam tidak hanya bertahan di era modern, tetapi menjadi masyarakat 5.0 yang religius, menggunakan sumber daya seperti kecerdasan buatan untuk kesejahteraan,” ujar Hamim.
Hamim menekankan bahwa pembaharuan Islam ala Muhammadiyah tidak hanya berhenti pada KHGT, tetapi juga mencakup transformasi sosial dan ekonomi. Ia membayangkan amal usaha Muhammadiyah di masa depan tidak hanya berfokus pada sosial, kesehatan, dan pendidikan, tetapi juga ekonomi.
“Bayangkan jika setiap ranting Muhammadiyah memiliki perusahaan dengan aset triliunan. Ini akan mengubah wajah umat Islam,” katanya dengan penuh semangat.