Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki syarat dan ketentuan tertentu. Salah satu syarat utama adalah kemampuan untuk melaksanakan perjalanan ke Baitullah, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Surah Ali ‘Imran (3): 97:
فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah ia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Ayat ini menegaskan bahwa kewajiban haji hanya berlaku bagi mereka yang “mampu” (istatha’a ilayhi sabila), yang mencakup kemampuan finansial, fisik, dan keamanan dalam perjalanan. Dalam konteks perempuan, salah satu isu yang sering dibahas adalah keharusan didampingi mahram selama ibadah haji, khususnya dalam kondisi yang tidak aman.
Dalam tradisi Islam, keberadaan mahram bagi perempuan yang bepergian, termasuk untuk ibadah haji, didasarkan pada beberapa hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah:
عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ يَقُولُ: لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ، وَلَا تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ…
“Dari Abi Ma’bad, ia berkata: Saya mendengar Ibnu Abbas berkata, saya mendengar Rasulullah SAW berpidato, beliau bersabda, ‘Janganlah seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang perempuan kecuali disertai dengan mahramnya; dan janganlah seorang perempuan berpergian kecuali bersama mahramnya…’” [HR. al-Bukhari (3002), Muslim (1341), Ahmad (1733)].
Hadis lain yang memperkuat larangan ini diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri:
لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ إِلَّا وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ…
“Janganlah seorang perempuan berpergian dalam suatu perjalanan yang lamanya dua hari kecuali dengan suami atau mahramnya…” [HR. al-Bukhari (1996), Muslim (11253)].
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, sebagian ulama memahami bahwa keberadaan mahram merupakan syarat mutlak bagi perempuan yang akan melaksanakan ibadah haji.
Namun, Muhammadiyah, sebagaimana dijelaskan dalam buku Tuntunan Manasik Haji memandang bahwa persyaratan mahram tidak bersifat mutlak, melainkan bersifat syad li al-dzari’ah—tindakan pencegahan untuk menutup jalan menuju potensi bahaya. ‘Illat (alasan hukum) dari larangan ini bukanlah keberadaan mahram itu sendiri, melainkan keamanan perempuan selama perjalanan.
Pada masa Rasulullah SAW, perjalanan haji penuh dengan risiko, seperti ancaman perampokan atau ketidakamanan di jalan. Mahram, dalam hal ini, berfungsi sebagai pelindung fisik dan moral bagi perempuan.
Namun, dengan perkembangan zaman, akses transportasi yang lebih aman, sistem pengawasan, dan pengelolaan ibadah haji yang terstruktur telah mengubah konteks keamanan. Posisi mahram kini dapat digantikan oleh sistem keamanan modern, seperti ketua regu, pembimbing ibadah haji, ketua rombongan, atau ketua kelompok terbang (kloter), yang mampu menjamin keselamatan dan kehormatan perempuan selama menunaikan haji.
Perspektif Muhammadiyah ini didukung oleh kaidah usul fikih yang berbunyi:
اَلْحُكْمُ يَدُورُ مَعَ عِلَّتِهِ وُجُودًا وَعَدَمًا
“Hukum itu tergantung ada tidaknya ‘illat (yang melingkupinya).”
Kaidah ini menegaskan bahwa suatu hukum syariat berlaku sepanjang ‘illat-nya masih ada, dan menjadi tidak berlaku jika ‘illat-nya hilang. Dalam konteks haji, ‘illat larangan perempuan bepergian tanpa mahram adalah potensi bahaya atau ketidakamanan. Jika keamanan dapat dijamin melalui cara lain, seperti rombongan haji yang terpercaya, maka keharusan mahram tidak lagi mutlak.
Dengan demikian, seorang perempuan diperbolehkan menunaikan haji tanpa suami atau mahram, selama perjalanan dan ibadahnya terjamin keamanannya.
Pandangan ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh ‘Ady Ibn Hatim:
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ… فَقَالَ: يَا عَدِيُّ، هَلْ رَأَيْتَ الحِيرَةَ؟ قُلْتُ: لَمْ أَرَهَا، وَقَدْ أُنْبِئْتُ عَنْهَا، قَالَ: فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ، لَتَرَيَنَّ الظَّعِينَةَ تَرْتَحِلُ مِنَ الحِيرَةِ، حَتَّى تَطُوفَ بِالكَعْبَةِ لاَ تَخَافُ أَحَدًا إِلَّا اللهَ…
“Dari ‘Ady Ibn Hatim, ia berkata… Beliau bersabda, ‘Wahai ‘Ady, apakah kamu pernah ke kampung al-Hirah?’ Ia menjawab, ‘Belum pernah, tetapi saya pernah mendengar cerita tentang kampung itu.’ Beliau bersabda, ‘Jika kamu dikarunia usia panjang, niscaya kamu akan melihat unta yang biasanya menjadi kendaraan penumpang perempuan, berangkat dari kampung al-Hirah sampai penumpangnya dapat melakukan tawaf di Kakbah; tanpa ada ketakutan sedikit pun kecuali kepada Allah’” [HR. al-Bukhari (3595)].
Hadis ini menggambarkan visi Rasulullah SAW tentang masa depan di mana perempuan dapat melakukan perjalanan haji dengan aman tanpa rasa takut, hanya dengan bertakwa kepada Allah. Visi ini sejalan dengan realitas masa kini, di mana sistem keamanan yang terorganisir dalam penyelenggaraan haji telah memungkinkan perempuan untuk menunaikan ibadah tanpa kehadiran mahram secara personal. Rombongan haji yang terdiri dari pembimbing, ketua regu, dan petugas keamanan dapat menggantikan fungsi mahram dalam menjaga keselamatan dan kehormatan perempuan.
Berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadis, dan kaidah usul fikih, Muhammadiyah memandang bahwa perempuan diperbolehkan menunaikan ibadah haji tanpa mahram, selama keamanannya terjamin melalui rombongan haji, pembimbing, atau sistem keamanan yang terpercaya.
Dengan memahami ‘illat di balik hukum, umat Islam dapat menjalankan syariat dengan penuh kesadaran dan fleksibilitas, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam visinya tentang keamanan universal bagi para peziarah Baitullah.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah “Hukum Haji Tanpa Maharam Menurut Muhammadiyah”, dalam Majalah Suara Muhammadiyah No 06 Tahun 2020.